1. Pengertian
Iman Kepada Hari Akhir
a. Pengertian
Etimologi
Secara harfiah kata Kalam berarti pembicaraan.Dalam
pengertian, pembicaraan yang bernalar dan menggunakan logika.Maka ciri utama
Ilmu Kalam adalah rasionalitas dan logis. Sehingga ia erat dengan ilmu
mantiq/logika.
Ilmu
Kalamadalah Ilmu yang membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan-kepercayaan
keagamaan (agama Islam) dengan bukti-bukti yang yakin.
Ilmu Kalam adalah
Ilmu yang membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan kepercayaan keagamaan
(agama Islam) dengan bukti-bukti yang yakin. Ilmu kalam disebut juga ilmu yang
membahas soal-soal keimanan.
Ada beberapa alasan
kenapa ilmu ini dinamai dengan Ilmu Kalam, diantaranya :
1) Sebagian para
ulama ketika menjelaskan berbagai persoalan dalam hal-hal akidah Islam itu,
yang biasa digunakan oleh para ilosof. Para ulama menyebut
metodenya itu dengan sebutan al-kalām, sehingga mereka disebut ahl-ul
kalām, sedang para ilosof dapat disebut ahl-il mantiq.
2) Pada abad ke dua
Hijriah ada persoalan yang menggoncangkan umat Islam yaitu tentang persoalan kalāmullāh.
Apakah kalamullah itu diciptakan atau bukan,baru (hadis) atau terdahulu ( qadīm).
b. Pengertian
Terminologi
Ilmu Kalam adalah ilmu yang membahas berbagai masalah
ketuhanan dengan menggunakan dasar-dasar naqliyah, maupun argumentasi rasional
(‘aqliyah). Selain itu, definisi Ilmu Kalam juga mempunyai banyak
pendapat, antara lain :
1) Ibnu Khaldun
mendeinisikan Ilmu Kalam
adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani
yang diperkuat dalil-dalil rasional.
2) Musthafa Abdul
Raziq berpendapat bahwa ilmu ini (ilmu kalam) bersandar kepada argumentasi-argumentsi
rasional yang berkaitan dengan akidah imaniah, atau sebuah kajian tentang
akidah Islamiyah yang bersandar kepada nalar.
3) Imam Abu Hanifah
menyebut nama ilmu kalam ini dengan fiqh al-Akbar. Menurut persepsinya,
hukum Islam yang dikenal dengan istilah fiqh terbagi atas dua bagian. Pertama, fiqh
al-Akbar, membahas keyakinan atau pokok-pokok agama atau ilmu tauhid. Kedua, fiqh
al-Ashghar, membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah muamalah, bukan
pokok-pokok agama, tetapi hanya cabangan saja.
Dengan demikian
Ilmu Kalam adalah ilmu yang membahas berbagai masalah ketuhanan dengan
menggunakan dasar-dasar naqliyah, maupun argumentasi rasional (‘aqliyah).
Argumentasi naqliyah berupa dalil-dalil Al-Qur'an dan hadis sedang argumentasi rasional
yang dimaksudkan adalah landasan pemahaman menggunakan metode berfikir filosofis.
Atau ilmu yang membicarakan tentang wujud Tuhan, Allah SWT. Sifatsifat yang
mungkin ada pada-Nya dan membicarakan tentang rasul-rasul Tuhan, untuk menetapkan
kerasulannya dan mengetahui sifat-sifat yang mesti ada padanya, sifat-sifat yang
tidak mungkin ada padanya dan sifat-sifat yang mungkin terdapat padanya.
2.
Dasar
Pembahasan Ilmu Kalam
a. Al-Qur'an
1) QS. Al-Ihlas [112]: 1-4, keseluruhan surat
ini membahas tentang identitas Allah.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾اللَّهُ
الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾
وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ ﴿٤﴾
1. Katakanlah:
Dia-lah Allah, yang Maha Esa. 2. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala
sesuatu. 3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, 4. dan tidak ada
seorangpun yang setara dengan Dia.
2) QS. Al-Furqan
[25]: 59, ayat ini membahas tentang tempat Allah setelah menciptakan alam raya.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
الَّذِي
خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ
اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ ۚ الرَّحْمَٰنُ فَاسْأَلْ بِهِ خَبِيرًا
"yang
menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa,
kemudian Dia bersemayam di atas Arsy, (Dialah) yang Maha pemurah, Maka
Tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia.”
3) QS. al-Fath [48]: 10, ayat ini membahas
tentang kekuasaan Allah yang dinyatakan dengan “tangan” Allah.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
إِنَّ
الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ
أَيْدِيهِمْ ۚ فَمَنْ نَكَثَ فَإِنَّمَا يَنْكُثُ عَلَىٰ نَفْسِهِ ۖ وَمَنْ
أَوْفَىٰ بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
bahwasanya
orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya merek berjanji setia
kepada Allah. tangan Allah di atas tangan mereka, Maka Barangsiapa yang
melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri
dan Barangsiapa menepati janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya
pahala yang besar.
b.
Hadis
Adanya hadis Nabi
yang membicarakan masalah-masalah yang dibahas ilmu kalam. Diantaranya hadis
yang membahas masalah Islam, iman dan ihsan.
عَنْ عُمَرَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ
شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ
أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى
النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ
وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ
اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ
تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ
وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ،
فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ
اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ
وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ
صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ
كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ . قَالَ:
فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ
السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ
رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ
يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ
قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ
أَعْلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ .
Dari Umar ra, dia
berkata: Ketika kami duduk-duduk di sisi Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam
suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang
sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan
jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian
dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada lututnya (Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam) seraya berkata: “Ya Muhammad, berita hukan aku
tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam:
“Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain
Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan
zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu“, kemudian dia berkata: “anda
benar“. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian
dia bertanya lagi: “Beritahukan aku tentang Iman“. Lalu beliau bersabda: “Engkau
beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul- Nya
dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk“, kemudian
dia berkata: “anda benar“. Kemudian dia berkata lagi: “Beritahukan aku tentang
ihsan“. Lalu beliau bersabda: “Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan
engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” .
Kemudian dia berkata: “Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan
kejadiannya)”. Beliau bersabda: “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang
bertanya“. Dia berkata: “Beritahukan aku tentang tanda-tandanya", beliau
bersabda: “Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat
seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba
meninggikan bangunannya“, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar.
Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”.
aku berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui“. Beliau bersabda: “Dia
adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian
“.(HR. Muslim)
c.
Pemikiran
manusia
Pada pertumbuhan
awal pemikiran Islam, para ulama telah menggunakan rasionya untuk menjelaskan
hal-hal yang berkaitan dengan ajaran Islam jauh sebelum filsafat Yunani
berpengaruh luas dalam khasanah ilmu Keislaman. Hal ini terutama yang berkaitan
dengan ayat-ayat mutasyabihat, yakni ayat-ayat Al-Quran yang samar
maksudnya, sehingga membutuhkan pemikiran akal untuk memahaminya. Di dalam
Al-Qur’an, banyak sekali terdapat ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk
berikir dan
menggunakan akalnya. Dalam hal ini biasanya Al-Qur’an menggunakan redaksi tafakkur,
tadabbur, tadzakkur, tafaqqah, nazhar, fahima, aqala, ulul-albab, ulul-ilm,
ulul-abshar, dan ulun-nuha. Diantara ayat-ayat tersebut yaitu :
أَفَمَنْ يَخْلُقُ كَمَنْ لَا
يَخْلُقُ ۗ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
Maka apakah (Allah)
yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan ?
Maka apakah kamu
tidak mengambil pelajaran?” (Q.S. An-Nahl: 17).
Oleh karena itu,
jika umat Islam sangat termotivasi untuk memaksimalkan penggunaan rasionya, hal
itu bukan karena ada pengaruh dari pihak luar saja, melainkan karena adanya
perintah langsung dari ajaran agama mereka. Hal inilah yang akhirnya
menyebabkan sangat jelasnya penggunaan rasio dan logika dalam pembahasan ilmu
kalam.
d. Insting
Secara naluriah,
manusia selalu ingin bertuhan. Oleh sebab itu, kepercayaan adanya Tuhan telah
berkembang sejak adanya manusia pertama. Abbas Mahmoud Al-Aqad mengatakan bahwa
keberadaan mitos merupakan asal-usul agama dikalangan orangorang primitif.
Sejak pemikiran pemujaan terhadap benda-benda alam berkembang, di
wilayah-wilayah tertentu pemujaan terhadap benda-benda alam berkembang secara
beragam. Di Mesir, mereka menganggap suci terhadap burung elang, burung nasr,
ibn awa ( semacam anjing hutan ), buaya, dan lain-lainnya. Anggapan itu lalu
berkembang menjadi pemujaan terhadap matahari. Dari sini berkembang lagi
menjadi percaya adanya
keabadian dan
balasan bagi amal perbuatan yang baik.
3.
Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Kalam
a.
Pembahasan Ilmu Kalam
Aspek
pokok dalam ilmu Kalam adalah keyakinan akan eksistensi Allah yang maha
sempurnaan, maha kuasa, maha perkasa dan memiliki sifat-sifat kesempurnaan
lainnya. Karena itu pula, ruang lingkup pembahasan dalam ilmu.
1)
Hal-hal yang
berhubungan dengan Allah SWT atau yang sering disebut dengan istilah Mabda.
Dalam bagian ini termasuk pula bagian takdir.
2)
Hal yang
berhubungan dengan utusan Allah sebagai perantara antara manusia dan Allah atau
disebut pula washilah meliputi: Malaikat, Nabi/Rasul, dan Kitabkitab Suci.
3)
Hal-hal yang
berhubungan dengan hari yang akan datang, atau disebut juga ma’ad, meliputi :
surga, neraka dan sebagainya.
b.
Aspek-aspek Ilmu Kalam
Bagian-bagian
Kalam sebagai ilmu dibagi dalam beberapa aspek : keesaan zat, keesaan sifat,
keesaan perbuatan, dan keesaan dalam beribadah kepadanya.
c.
Masalah-masalah
yang bertentangan dengan Kalam.
Secara garis besar,
masalah-masalah yang bertentangan dengan Kalam adalah kekafiran, kemusyrikan,
kemurtadan, dan kemunafikan.
4. Fungsi Ilmu Kalam
a. Untuk
memperkuat, membela dan menjelaskan akidah Islam. Dengan adanya ilmu kalam bisa
menjelaskan, memperkuat dan membelanya dari berbagai penyimpangan yang tidak
sesuai dengan ajaran Islam.
b. Untuk menolak
akidah yang sesat dengan berusaha menghindari tantangantantangan dengan cara memberikan
penjelasan duduk perkaranya timbul pertentangan itu, selanjutnya membuat suatu
garis kritik sehat berdasarkan logika. Dengan ilmu kalam bisa memulihkan
kembali ke jalan yang murni, pembaharuan dan perbaikan terhadap ajaran-ajaran
yang sesat.
c. Sebagai ilmu
yang mengajak orang yang baru untuk mengenal rasio sebagai upaya mengenal Tuhan
secara rasional.
d. Ilmu kalam
berfungsi sebagai ilmu yang dapat mengokohkan dan menyelamatkan keimanan pada
diri seseorang dari ketersesatan. Karena dasar argumentasi ilmu kalam adalah
rasio yang didukung dengan Al-Qur'an dan Hadis. Sekuat apapun kebenaran
rasional akan dibatalkan jika memang berlawanan dengan Al-Qur'an Hadis.
5. Sejarah
Ilmu Kalam
a. Latar belakang
Rasulullah Saw,
selama di Mekah mempunyai fungsi sebagai kepala agama. Setelah hijrah ke
Madinah fungsinya bertambah juga menjadi kepala pemerintah. Beliaulah yang
mendirikan politik yang dipatuhi oleh kota ini, sebelum itu di Madinah tidak
ada kekuasaan politik. Setelah wafat, Rasulullah digantikan dengan Abu Bakar,
lalu Umar bin Khattab selanjutnya digantikan Utsman bin Affan ra lalu Ali bin
Abi Thalib ra. Utsman bin Affan ra merupakan khalifah berlatarbelakang pedagang
kaya. Tetapi, ahli sejarah mengatakan bahwa Utsman termasuk khalifah yang lemah,
karena tidak dapat menentang keluarganya yang berpengaruh berkuasa di
pemerintahan. Sehinggamereka menjadi gubernur-gubernur di daerah kekuasaan Islam dengan mengganti
gubernur-gubernur yang dulu diangkat oleh Umar bin Khattab ra, yang dikenal
kuat dan tak memikirkan keluarga. Tindakan politik Utsman bin Affan ra, memecat
gubernur-gubernur angkatan Umar bin Khattab ra, memancing reaksi yang tidak
menguntungkan.
Baginya, 500 orang memberontak di Mesir
sebagai reaksi atas diberhentikannya gubernur Umar bin ‘Ash yang diangkat Umar
dan digantikan Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sar dari keluarga Utsman bin Affan ra
yang berujung terbunuhnya Utsman bin Affan ra. Setelah Utsman bin Affan ra
wafat, kekhalifahan diganti Ali bin Abi Thalib ra. Tetapi segera dia mendapat
tantangan dari Thalhah dan Zubair dari Mekah yang mendapat dukungan dari Aisyah
ra. Gerakan ini dapat dipatahkan oleh Ali dalam pertempuran di Irak tahun 656
M. Thalhah dan Zubair mati terbunuh dan Aisyah ra masih hidup lalu dikirim
kembali ke Mekah. Tak cuma di sini, tantangan berikutnya muncul dari Mu’awiyah,
gubernur Damaskus dan keluarga dekat Utsman bin Affan ra. Sebagaimana Thalhah
dan Zubair, dia tidak mengakui Ali bin Abi Thalib ra sebagai khalifah. Ia
menuntut kepada Ali bin Abi Thalib ra supaya menghukum para pembunuh Utsman bin
Affan ra, bahkan ia menuduh Ali turut campur dalam soal pembunuhan Ustman.
Salah seorang pemberontak Mesir yang datang ke Madinah dan kemudian membunuh
Utsman bin Affan ra adalah Muhammad Ibnu Abi Bakar yang tidak lain adalah anak
angkat dari Ali bin Abi Thalib ra. Ali bin Abi Thalib ra dalam kenyataannya
tidak mengambil tindakan keras terhadap pemberontak-pemberontak itu, bahkan Ali
bin Abi Thalib ra mengangkat Muhammad Ibnu Abi Bakar menjadi gubernur Mesir.
Terjadi pertempuran
antara pasukan Ali bin Abi Thalib ra dan Mu’awiyah bin Abu Sofyan di Shifin, Mu’awiyah
terdesak, Amr bin ‘Ash tangan kanan Mu’awiyah mengangkat Al-Qur’an ke atas
sebagai tanda ajakan damai. Para Qurro dari kalangan Ali bin Abi Thalib ra
menganjurkan untuk menerima, sebagian pasukan Ali bin Abi Thalib ra
menganjurkan menolaknya. Tetapi Ali bin Abi Thalib ra memilih menerima. Dengan
demikian, dicarilah perdamaian dengan mengadakan arbitrase. Sebagai mediator
diangkat dua orang : Amr bin ‘Ash dari Mu’awiyah dan Abu Musa Al-Asy’ari dari
pihak Ali bin Abi Thalib ra. Sebagai yang lebih tua Abu Musa maju terlebih
dahulu dan mengumumkan kepada orang ramai, putusan menjatuhkan kedua pemuka
tersebut. Berlainan dengan Amr bin ‘Ash mengumumkan hanya menyetujui penjatuhan
Ali bin Abi Thalib ra, tetapi tidak penjatuhan mu’awiyah. Bagaimanapun
peristiwa ini merugikan Ali bin Abi Thalib ra dan menguntungkan Mu’awiyah
sebagai khalifah yang ilegal. Terhadap sikap Ali bin Abi Thalib ra yang mau
mengadakan arbitrase menyebabkan pengikut Ali bin Abi Thalib ra terbelah
menjadi dua yakni golongan yang menerima arbitrase dan golongan yang sejak
semula menolak arbitrase. Mereka yang menolak berpendapat bahwa hal itu tidak
dapat diputuskan lewat arbitrase manusia. Putusan hanya datang dari Allah
dengan kembali kepada hukum-hukum Allah dalam Al-Qur’an, la ḥukmā
illa lillāh (tidak ada hukum selain hukum dari Allah) la ḥakama illā
Allah (tidak ada perantara selain Allah). Mereka menyalahkan Ali dan
karenanya keluar serta memisahkan diri dari barisan Ali bin Abi Thalib ra
(disebut kaum Khawarij).
Kaum khawarij
memandang para pihak yang menerima arbitrase yaitu Ali bin Abi Thalib ra,
Mu’wiyah, Amr bin ‘Ash dan Abu Musa Al-Asy’ari sebagai kafir dan murtad karena
tidak berhukum kepada hukum Allah berdasarkan firman Allah dalam surat
Al-Maidah 44, karenanya halal dibunuh. Hal ini tidak hanya mempunyai implikasi politik yang tajam, tetapi juga meningkat
kepada persoalan-persoalan teologi, yang melahirkan
beberapa aliran teologi (firqah).
b. Firqah
Ilmu Kalam
1) Firqah Khawarij
Merupakan golongan
yang keluar dari golongan Ali, menentang golongan Ali dan Muawiyyah. Ajaran
mereka adalah mereka yang melakukan dosa baik besar maupun kecil mereka
dihukumi kair, dan yang berhak
mendudukuki jabatan khalifah itu bukan hanya orang orang kafir.
2) Firqah Murji’ah
Merupakan golongan
yang timbul pada saat terjadinya pertikaian anatara Ali, khawarij dengan
golongan muawiyyah, golongan ini bersifat netral tidak memihak salah satu
golongan ini. Ajaran mereka yaitu orang yang melakukan dosa baik besar maupun
kecil tidak dihukumi kair tidak juga mukmin melainkan
dikembalikan kepada Allah SWT pada hari kiamat.
3) Firqah Jabariyah
Merupakan golongan
yang timbul bersamaan dengan irqah Qodariyyah yaitu timbul
karena menentang kebijakan politik bani Umayyah yang dianggap kejam. Ajaran
mereka yaitu apapun yang dilakukan manusia baik dan buruk adalah terpaksa
karena semua yang mengatur apa yang dilakukan manusia hanyalah Allah SWT. Jadi
manusia tidak tahu apa-apa.
4)
Firqah Qadariyah
Pertumbuhan
golongan ini karena peretentangan terhadap kebijakan bani Umayah yang sangat
kejam. Ajaran mereka yaitu Allah itu adil maka Allah SWT akan menghukum orang
orang yang berbuat jahat dan memberi kebaikan kepada orang–orang yang berbuat
baik. Manusia itu bebas menentukan nasibnya sendiri dan memilih perbuatan yang
baik ataupun buruk. Jika Allah SWT menentukan terlebih dahulu nasib kita maka
Allah itu dzalim.
6.
Hubungan Ilmu Kalam dengan Ilmu-ilmu lain
a. Hubungan Ilmu Kalam dengan Ilmu Fikih
Ilmu Kalam
mengarahkan sasarannya kepada soal-soal kepercayaan (akidah) sedangkan Fiqh
sasarannya adalah hukum-hukum perbuatan lahiriyah mukallaf (ahkam al amaliah).
Ilmu Kalam dapat menguatkan akidah dan syari’ah. Sedangkan Ilmu Fiqh berusaha
mengambil hukum sesuatu yang tidak dijelaskan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.
b. Hubungan Ilmu
Kalam dengan Ilmu Tasawuf
Objek kedua ilmu
itu membahas masalah yang berkaitan dengan Ketuhanan. Objek kajian ilmu kalam
adalah Ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya. Sementara objek
kajian tasawuf adalah Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya.
c. Hubungan Ilmu Kalam dengan
Ilmu Falsafah
Ilmu kalam dan
filsafat Islam memiliki hubungan karena pada dasarnya ilmu kalam adalah ilmu
Ketuhanan dan keagamaan. Sedangkan filsafat Islam adalah pembuktian intelektual
melalui pengamatan dari kajian langsung. Ilmu kalam berfungsi untuk
mempertahankan keyakinan ajaran agama yang sangat tampak nilai-nilai
Ketuhananya. Sedangkan filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk
memperoleh kebenaran rasional.
7. Peranan Ilmu Kalam dalam Kehidupan
a. Memahami kembali makna ajaran Islam dengan
argumen logika yang benar
Al-Quran mengajak
manusia memecahkan sesuatu problema dengan cara yang pasti berdasarkan
dalil-dalil pikiran dan intuisional yang masuk akal dan diterima jiwa. Unsur
keimanan menjadi sangat penting dalam memaknai kehidupan, karena boleh jadi
yang kita anggap benar menurut nalar, tidak demikian menurut Al-Quran. Fitrah
beragama ini dipupuk oleh Al-Quran dengan anjuran melihat alam sekeliling manusia
sehingga imannya bertambah diantaranya dengan merenung dan berikir bagaimana
kejadian di langit dan bumi yang dicipta Allah dengan penuh kesungguhan, Allah
mencipta alam raya dengan tidak sia-sia yakni, pasti ada pada tujuan dari
pencipaanya bagi kehidupan manusia (QS. Ali Imran [3]: 190-191).
إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَٰفِ ٱلَّيْلِ
وَٱلنَّهَارِ لَءَايَٰتٍۢ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ﴿ە۱۹﴾ ٱلَّذِينَ يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ
قِيَٰمًۭا وَقُعُودًۭا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ
ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَٰطِلًۭا سُبْحَٰنَكَ
فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ ﴿۱۹۱﴾
190. Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, 191. (yaitu) orang-orang
yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan
Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka
peliharalah Kami dari siksa neraka.
b. Memahami keberagaman keyakinan dengan sikap
toleran
Ketika agama menjadi persoalan keyakinan
yang sangat fundamental, masalah toleransi dan pemahaman atas posisi
masing-masing penganut keyakinan menjadi kunci penting bagi keselarasan dan
keharmonisan kehidupan beragama. Apalagi, hidup di tengah negara yang sejak
awal telah terlahir sebagai bangsa yang syarat dengan kemajemukan budaya dan warna
teologi sebagai penyelaras hubungan antara umat dengan Tuhannya.
Jika orang memahami sejarah pemikiran di dalam
Islam tentang munculnya aneka pemahaman aliran itu, dianggap sebagai realitas
sejarah dan tidak lantas dianggap sebagai sesuatu yang baru. Salah satu sikap
yang dapat dikembangkan adalah mengembangkan sikap saling memahami posisi
masing-masing. Selanjutnya, mengembangkan sikap yang lebih arif (bijaksana)
dalam melihat implikasiimplikasi atas satu tindakan.