#SuamiIstriMasak
Bisa Jadi Booster, Ini Dia 4 Manfaatnya – Mata saya mencari-cari penjual
ikan di pasar Terong. Terlihat satu penjual di sudut sebuah gang yang masih masuk
wilayah pasar. Suami masih melajukan motornya menyusuri gang, melewati daeng
penjual ikan. Kami balik lagi karena di siang bolong ini ternyata hanya satu
itu penjual ikan yang tersisa. Inilah kami, suka-sukanya berbelanja jam berapa
saja. Kalau lagi moda antimainstream, kami baru menjelajah pasar di
siang bolong, saat matahari sedang tinggi-tingginya. Seperti siang itu, ketika
ide pengen makan dan masak ikan muncul tiba-tiba.
Kami berdua mewarisi lidah
orang Sulawesi yang tidak bisa lepas dari masakan ikan. Kali ini ingin makan nasu bale atau pallumara – ikan
pindang khas Bugis/Makassar.
“Tapi kenapa saya ndak suka
makan masakan sendiri, yah. Saya lebih suka makan masakan orang lain,” ujar
saya pada suami, mengingat saat terakhir makan pallumara masakan sendiri saya tak bersemangat lagi.
“Nanti saya yang masakkan ki’,”
ucap suami.
“Saya masakkan pallumara ta’,
kita’ masakkan ka’ pallumara?” hm … sebuah pertukaran yang
adil. Saya sih fine-fine saja. Saya bisa memasak untuk pak suami
dan beliau yang memasak untuk saya. Meski sama-sama nasu bale, ada
perbedaan antara resep masakan yang saya sukai dan untuk suami.
Untuk suami tidak ada
proses menumis, murni merebus saja dan bumbunya menggunakan tomat selain asam mangga
atau jeruk nipis. Sementara untuk saya, ada proses menumis dan lebih banyak
menggunakan bumbu. Masakan si bapak ini saya akui enak. Bahkan putri saya
pernah mengatakan saya beruntung karena bersuamikan beliau.
Hanya beberapa detik
kemudian, kami sudah sampai di depan penjual ikan. Saya tertarik dengan ikan
jualannya. Daeng itu menjual ikan layang. Sudah lama tak makan ikan
layang yang bernama latin Decapterus spp. ini.
Di sebelah 2 ekor ikan
layang tergeletak beberapa tumpukan ikan katombo (Rastrelliger
spp.) yang dalam bahasa Indonesianya disebut ikan kembung. Singkat cerita,
jadilah kami pulang membawa 2 ekor ikan layang berukuran cukup besar dan 5 ekor
ikan kembung berukuran “tidak besar tapi tidak kecil” dengan total harga
Rp.35.000.
Setelah ikan dibeli, saya
malah berubah pikiran, ingin memasak ikan suwir karena dua anak lelaki saya
doyan ikan suwir masakan saya. Sudah agak lama saya tidak memasak ikan suwir,
kangen rasanya melihat mereka menyantap ikan suwir dengan lahap.
Kalau lagi rajin, mau saja
saya memasak ikan suwir yang masaknya sebenarnya agak ribet. Ikannya tuh
harus direbus lebih dulu ala nasu bale dengan serai, bawang putih,
dan lengkuas yang semuanya dikeprek plus air asam. Setelah dingin baru disuwir-suwir
lalu ditumis dengan bawang putih, tomat, daun bawang, dan cabai rawit. Urusan
membersihkan ikan, seperti biasa diserahkan kepada suami.
Booster dari Bantuan Suami
“Kalian harus bersyukur,
suami kalian mau membantu,” ucap ibu mertua suatu ketika kepada saya dan
saudari ipar. Benar yang beliau katakan. Alhamdulillah tak ada masalah soal
pekerjaan rumah yang penting dinyatakan ingin dibantu dalam hal apa.
Pada awal pernikahan kami,
pak suami diam-diam saja saat saya mengerjakan sesuatu. Tipikal bapak-bapak
pada umumnya. Setelah saya memberanikan diri mengomunikasikannya karena tak sanggup
lagi menahan gondok, beliau berkata, “Kalau tidak bilang ya berarti tidak perlu
dibantu.” 😊
Ahaha, jadi masalahnya di KOMUNIKASI.
Kalau dipikir-pikir apa salahnya berkomunikasi ya, tinggal bilang saja. Jangan
berharap pasangan mengerti kalau tak dikomunikasikan. Ngambek takkan
menghasilkan apa-apa selain rasa lelah atau jerawat!
Yang terjadi kemudian
adalah begitu saya minta tolong, biasanya beliau langsung membantu kecuali jika
ada yang sedang dikerjakannya. Ah, saya hanya perlu memahami pola pikir
ala “makhluk Mars” pada dirinya.
Tahun pun berganti hingga
kami memasuki usia pernikahan ke-23 di tahun ini. Jika suami ringan tangan ikut
membereskan pekerjaan rumah, apalagi tanpa diminta, rasanya bagaikan booster
bagi saya. Seperti baru-baru ini, beliau membantu memotong-motong sayuran
dan bumbu sehingga lebih mudah bagi saya untuk mengolah masakan.
Sebenarnya beliau masih
mau mencuci piring dengan berpesan, “Nanti saya yang cuci piring!” tetapi saya
mengerjakannya sendiri dengan sukacita, berikut pekerjaan-pekerjaan lain yang
sebenarnya saya ingin meminta bantuannya tetapi booster membuat saya
lebih bertenaga lalu mengerjakannya sendiri. 😅
Meskipun banyak orang Indonesia yang mengharamkan suami memasak di dapur, beruntungnya, orang
tua saya tak berpandangan demikian. Ayah saya
seorang family man yang tak sungkan memasak di dapur, malah justru lebih piawai daripada ibu saya. Demikian pula
suami saya, adik laki-laki saya, dan suami dari adik perempuan saya. Mereka semua
mau bersama-sama istri mengasuh anak dan mengerjakan pekerjaan rumah termasuk
masak di dapur.
Memasak
Bersama Suami Hal yang Mustahil?
“Pa, tolong potongkan daun
bawang dan parutkan wortel! Kol masih ada?” saya menginstruksikan sekaligus
menanyakan kebutuhan masakan yang akan saya buat beberapa hari lalu.
“Kol ada di kulkas,” jawab
suami. Dengan cekatan dirinya mengerjakan apa yang saya instruksikan. Tak perlu
diberitahukan lagi detailnya bagaimana karena hal-hal ini sudah berkali-kali
dilakukannya.
Saya mengambil kol yang
sudah dipotong-potong oleh suami sehari sebelumnya, berikut bahan-bahan lain
untuk membuat omelet mie. Kali ini saya ingin
membuat omelet mie dengan isian yang cukup banyak. Selain mie rebus, ada kol,
wortel, tahu, daun bawang, bawang putih, kecap ABC, dan saus tiram.
Bumbu dan bahan tambahan
untuk masakan ikan suwir sekalian saya siapkan juga. Ada bawang putih, serai,
lengkuas, daun bawang, tomat, cabai rawit, dan sisa stok Sambal Ny. Rara.
“Duh, kurang ki daun
bawangnya. Ndak asyik ki ikan suwir kalau sedikit daun bawangnya.
Masakan yang lalu itu enak karena banyak daun bawangnya,” saya menyadari
kekurangan daun bawang.
“Nanti saya beli di warung
Mama Otto,” tanpa diminta suami menawarkan diri untuk membelikan daun bawang
dan tak lama kemudian beliau ke warung yang berjarak 50 meter dari rumah kami.
Ini tentang membantu dalam
mempersiapkan bahan untuk dimasak. Dalam memasak pun, pak suami bisa
diandalkan. Masya Allah. Saya tinggal bilang, “Besok masakkan anak-anak nasi
goreng, ya.” Atau, “Besok makan mie goreng, ya.” Maka keesokan paginya pak
suami bersibuk-sibuk di dapur dengan bumbu-bumbu dan kecap. Mie goreng masakan
beliau, dengan bumbu racikan sendiri dan kecap ABC rasanya juara, lho! 🤫
Well, berangkat dari video #SuamiIstriMasak
Kecap ABC di kanal YouTube ABC Indonesia tulisan ini tercipta. Kalau di
atas saya menceritakan bagaimana suami membantu membersihkan ikan dan
memotong-motong bumbu serta bahan masakan, kejadiannya mirip dengan salah satu
ibu di video di bawah ini.
seperti ibu itu, kebiasaan saya saat memasak adalah sembari membersihkan dan
mencuci peralatan yang kotor. Sebisa mungkin begitu masakan siap, dapur sudah
rapi. Kemiripan lainnya adalah, usai bekerja di dapur, suami saya juga
meninggalkan “jejak-jejak” sebagaimana suami si ibu meninggalkan “jejak” berupa
sampah dan peralatan yang bertebaran.
Berbeda dengan ibu itu,
saya tidak mengeluh. Bagi saya, apa yang suami lakukan sudah sangat membantu.
Urusan membereskan sampah dan peralatan toh memang tetap harus dilakukan
walaupun saya yang mengerjakannya sendiri hanya beda sudut pandang saja.
Tidak mengapa membereskan
dapur yang diberantakin suami asalkan bukan saya yang mengerjakan
semua-muanya. Kalau diambil positifnya ya sangat positif apa yang suami
sudah lakukan, jadi jangan diambil negatifnya. Tak seberapa koq urusan
membereskan ketimbang upaya yang dilakukan suami. Menurut saya, ya …
Manfaat
Kolaborasi Bersama Suami di Dapur
Kalau saya simpulkan nih,
berdasarkan pengalaman selama 23,5 tahun pernikahan, manfaat kolaborasi
bersama suami di dapur itu:
1. Membuat
Istri Bahagia
Saya sih merasa
bahagia ketika suami mau ikut sibuk di dapur. Kalau di kamar tidur ada pillow
talk maka di dapur juga ada kitchen talk. Dengan berduaan, ada saja
yang bisa dikomunikasikan termasuk berduaan di dapur. Istri yang bahagia karena
urusan perut serumah jadi lebih mudah dipecahkan tentunya menjadi lebih riang
juga dalam berkomunikasi karena hatinya bahagia. Se-simple itu.
2. Momen
Bermesraan
Bermesraan di dapur,
memangnya bisa? Bisalah. Apa sih yang tidak bisa bagi pasangan
suami-istri yang sama-sama punya itikad baik dalam berumah tangga? Bisa banget
kalau hanya sekadar saling merayu atau ngegombal setelah saat
saluran komunikasi terbuka lebar, bukan? Kalau ada yang belum pernah merasakan Romantisme di Balik Dapur, you must try it!
3. Suami Bahagia
dengan Cara Mengenali Keluarganya Melalui Masakan
masakan kesukaan semua anggota keluarga itu si istri. #SuamiIstriMasak di dapur
memungkinkan suami untuk lebih mengenal keluarganya. Membahagiakan anak-anak
itu sederhana, sesederhana kita mampu menyediakan makanan yang mereka sukai.
Menyediakan dengan cara
membeli di luar dan memasakkan untuk mereka itu berbeda makna. Kebahagiaan kita
rasanya lebih tinggi level-nya ketika makanan yang disediakan itu
merupakan hasil masakan sendiri.
Kalau ibu bisa merasakan
kebahagiaan itu, mengapa ayah tidak ikut merasakannya melalui pengenalan makanan
favorit anak? Ketika ayah bahagia, ibu lebih bahagia lagi. Coba bayangkan
perasaan saya ketika putri remaja kami mengekspresikan cintanya pada ayahnya
dengan kata-kata ini dengan nada kagum, “Beruntungnya Mama punya suami pintar
masak.”
4. Anak Akan
Meneladani Orang Tua
Orang tua bisa menjadi role
model anak ketika kelak anak menjalani peran sebagai orang tua. Manfaatnya
akan signifikan terutama bagi anak lelaki. Anak lelaki kelak tidak akan
canggung mengerjakan pekerjaan rumah. Ketika hidup mandiri baik sebelum menikah
maupun setelah menikah in syaa Allah dia bisa mengurus dirinya dan
keluarganya.
Dalam tulisan berjudul LEGENDADDY:
Ayah Hebat yang Sadar Perannya dalam Pengasuhan Anak, saya menulis uraian
psikolog Rini Hildayani, M.Psi. yang mengatakan:
Keterlibatan
ayah dalam pengasuhan anak amat berpengaruh. Ada penelitian yang menunjukkan,
kemampuan kognitif anak lebih baik ketika memasuki usia 6 bulan hingga 1 tahun
dan memiliki tingkat intelegensi yang lebih tinggi pada usia 3 tahun. Ayah-ayah
yang terlibat bersama anak, membuat anaknya mampu mengendalikan emosi, lebih
toleran terhadap stres, dan memiliki self efficacy. Selain itu, anak
sulung yang melihat ayahnya terlibat dalam pengasuhan adiknya berpeluang besar
untuk bertumbuh menjadi anak yang suka berbagi dan penolong karena terbiasa
melihat ayahnya.
Terkait ini, saya kira terjadi pada dua anak laki-laki kami. Dua-duanya tak segan masuk dapur untuk memasak. Si sulung malah sudah bisa masak nasi goreng saat SMP dan tak segan membawakan kami makanan jika di tempat yang dia pergi memperbolehkan membawa pulang makanan.
💗💗💗
Belum lengkap argumen di
atas jika Anda belum membaca apa kata psikolog Irma Gustiana A, S.Psi., M.Psi.,
Psikolog., CPC[1] untuk
melengkapi testimoni saya:
Bukan hanya kedekatan dan
keintiman secara fisik yang harus dijaga, dirawat dan dipelihara namun juga kedekatan
secara emosional antara suami dan istri. Quality time bersama pasangan
juga perlu dilakukan, misalnya merayakan hari spesial dengan memasak bersama di
dapur rumah.
Nah, dengan sederetan manfat
dan argumen di atas, jika suami mau masuk dapur dan rela berjibaku dengan bahan
dan peralatan masak, mengapa ditolak? Ide kolaborasi bukan hanya masak bersama dengan mencoba berkreasi aneka masakan atau salah satu yang memasak, bisa dengan membantu mempersiapkan alat dan bahan, atau salah satunya membantu membereskan peralatan. Dilakukan sembari ngobrol tentu lebih asyik.
Kampanye
#SuamiIstriMasak
Pentingnya manfaat pasutri
berkolaborasi di dapur sangat disadari oleh Kecap ABC. Olehnya itu Kecap ABC
konsisten melaksanakan kampanye #SuamiIstriMasak sejak 2018. Awalnya, kampanye mengajak para istri untuk mendukung
suami memasak. Pada tahun 2019 kampanye diinisiasi selama Hari Kesetaraan Perempuan.
Kemudian pada tahun 2020
berlanjut kepada ajakan untuk anak-anak melakukan hal serupa melalui platform
edukasi. Pada tahun 2021 Kecap ABC mengusung kolaborasi dengan Titi Kamal dan
Christian Sugiono untuk menekankan pentingnya kolaborasi pasutri di dapur.
Kampanye ini mengajak para
suami agar mau membantu istri melalui hal-hal sederhana yang dapat dilakukan di
dapur. Pesan pentingnya adalah agar para suami dan istri dapat menciptakan waktu
berkualitas dalam melalui jalinan ikatan yang dapat diciptakan kapan saja dan
di mana saja, termasuk di dapur.
Tak perlu jauh-jauh dulu
untuk memperjuangkan kesehatan mental dan healing, temukan kebahagiaan di dalam diri, dari ruang yang
kita sebut “dapur”. Dengan pemahaman sederhana maka siapapun bisa mengupayakan
kebahagiaannya sendiri dan berkonsolidasi dengan pasangan.
Mengapa dapur? Karena
kebahagiaan itu sederhana, ada di dalam diri kita sendiri. Bisa datang dari
perut yang kenyang dengan masakan favorit dari bahan terbaik, sebaik kecap ABC,
dari dapur sendiri. Nah, bagaimana? Punya pendapat dan pengalaman apa
terkait #SuamiIstriMasak? Share di kolom komentar, yuk.
Makassar,
30 November 2022
[1] https://www.viva.co.id/gaya-hidup/kesehatan-intim/1545819-masak-bersama-suami-istri-bisa-bikin-hubungan-makin-harmonis-ini-tipsnya,
diakses 29 November 2022, pukul 23:49 WITA.