2.2 MEMIRSA DAN MEMBACA TEKS ANEKDOT: MATERI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SMA KELAS X KURIKULUM MERDEKA

 







Tujuan



1.      Mengevaluasi
dan mengintepretasi informasi dalam teks anekdot



2.      Membandingkan
informasi berbagai teks

 



Sebagai
teks yang  berisi  fenomena 
sosial  yang  benar-benar 
terjadi di masyarakat, anekdot tidak dapat lepas dari keakuratan sumber
informasi atau fenomena  yang  diangkat. 
Kalian  harus  memiliki sumber informasi yang memadai agar
dapat menentukan apakah informasi yang disampaikan berupa fakta, opini, atau
asumsi. Dengan membandingkan beberapa informasi yang  kalian 
dapatkan,  kalian dapat memperoleh
informasi yang lebih akurat dan bertanggung jawab saat menyampaikan kritik.



Kita dapat memulainya dengan
menganalisis fakta dan opini yang terdapat pada teks anekdot atau teks lain
yang mengandung kritik sosial dengan sumber lain yang mendukungnya. Fakta
adalah hal (keadaan, peristiwa) yang merupakan kenyataan; sesuatu yang benar-benar
ada atau terjadi, sedangkan opini adalah pendapat; pikiran; pendirian seseorang
terhadap sesuatu dan bersifat subjektif. Kita dapat menentukan apakah informasi
yang terdapat dalam teks itu fakta atau opini dengan mencari referensi data
yang valid terkait informasi tersebut.



Perbedaan fakta dan opini dapat dilihat dari tabel
berikut:



Tabel Perbedaan fakta dan opini

















Fakta



Opini



Informasi ditandai dengan adanya hasil sebuah data
penelitian yang dapat dipertangungjawabkan (biasanya ditunjukan dengan
penggunaan bilangan statistik, tanggal dan waktu kejadian).



Informasi mengandung pendapat pribadi baik penulis
maupun



Informasi bersifat umum dan diakui oleh banyak
orang.



Informasi atau kalimat menggunakan kata-kata
“relatif” seperti, paling, lebih, agak, sangat, tidak mungkin atau biasanya..




 



Contoh



Kalimat Fakta: RSJD DR. Arif Zainudin Surakarta saat
ini menerima pasien kecanduan ponsel hampir setiap hari.



Kalimat Opini: Jadi, biar aja ponselmu mati sejenak.



 



B. Membandingkan Isi Teks



Komik



 





Berita 1



Pasien Lupa Orang Tua
karena Kecanduan Ponsel



Kamis, 17 Okt 2019



Selain di Bandung Barat, Rumah Sakit Jiwa Daerah
(RSJD) dr. Arif Zainudin Surakarta juga menerima pasien kecanduan ponsel. Tahun
ini, jumlah pasien tersebut semakin meningkat. Kepala Instalasi Kesehatan Jiwa
Anak Remaja RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta, Aliyah Himawati, mengatakan
fenomena tersebut sudah terjadi sejak tiga tahun lalu. Namun belakangan,
fenomena tersebut memang makin marak.



“Tiga tahun lalu ada tapi sedikit. Sejak tahun ajaran
baru  ini 
ada sekitar 35 anak remaja. Sehari ada 1-2 anak yang berobat,” kata
Aliyah, Kamis (17/10/2019).



Kondisi gangguan kejiwaan mereka berbeda-beda. Pasien
dengan kondisi yang sangat parah bahkan tidak mengakui dan menganiaya orang
tuanya.



“Orang tuanya tidak dianggap. Dia bilang kalau dia itu
turun dari langit. Isi pikirannya itu yang ada di gim itu, bahasanya bahasa di
gim itu,” ujarnya.



Kebanyakan pasien tersebut kecanduan gim ekstrem.
Mereka tidak mau makan hingga tak mau sekolah. Kalaupun sekolah, mereka ingin
segera pulang untuk bermain gim.



“Ada yang niat ke sekolah itu untuk main gim. Karena
di sekolah ada wifi gratis. Sedangkan di rumah sudah diputus orang tuanya,” kata
Aliyah.



Penanganan pasien kecanduan ponsel ini dilakukan
sesuai dengan gejalanya. Pertama, pasien harus mengakui jika dirinya kecanduan
ponsel. Setelah itu, pasien diberi obat.



“Kondisi kecanduan ini membuat cairan otak atau kerja
saraf tidak seimbang. Langkah farmakoterapi atau pemberian obat ini yang paling
cepat bisa menyeimbangkan,” ujar dia. Kemudian pasien akan menjalani terapi
perilaku. Secara berangsur, dosis obat juga diturunkan.



“Untuk pasien rawat jalan, kita evaluasi dua minggu
sekali. Mereka kita beri kontrak kegiatan. Sehari ngapain saja. Sehari pegang
ponsel itu hanya dua jam,” katanya.



Sebagai langkah pencegahan, dia mengimbau kepada orang
tua agar menjauhkan ponsel dari anak sejak dini. Saat ini banyak orang tua yang
mengenalkan ponsel terlalu dini.



(Sumber:
https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4749582/
pasien-kecanduan-ponsel-di-rsj-solo-juga-bertambah-ada-yang-sampai-lupa-ortu
dengan penyesuaian)



 



Berita 2



Pasien Anak Kecanduan Ponsel Bertambah di RS Jiwa Solo



Kamis : 17 Oktober 2019



Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) dr. Arif Zainudin,
Solo, Jawa Tengah, mencatat adanya kenaikan signifikan jumlah pasien kecanduan
ponsel. Bahkan dalam tiga bulan terakhir sudah ada 35 pasien kecanduan ponsel
yang berobat ke RSJD Solo.



Kepala Instalasi Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja RSJD
dr. Arif Zainudin, Aliyah Himawati, mengatakan, dulu pasien kecanduan ponsel
baru ada mungkin satu orang dalam sepekan. Sekarang, dalam satu hari bisa satu
sampai dua pasien. Semuanya merupakan anak-anak usia sekolah.



“Ini kan tahun ajaran baru, baru mid semester itu
sudah kira-kira ada 35 anak bahkan sampai rawat inap. Yang rawat inap kemarin
ada dua anak, sekarang sudah pulang,” kata Aliyah kepada wartawan, Kamis
(17/10).



Pasien yang rawat inap tersebut terdiri dari satu
siswa SMP dan satu siswa SMA. Sedangkan pasien rawat jalan paling kecil usianya
10 tahun. Puluhan pasien tersebut berasal dari Solo dan sekitarnya.



Dia menyebutkan, ciri-ciri anak kecanduan ponsel
biasanya orang tuanya sudah tahu si anak pegang ponsel terus. Kemudian, anak
sudah tidak bisa melakukan fungsi tugasnya sebagai anak sekolah seperti sudah
membolos sekolah, tidak mau sekolah, tidak mau belajar. Selain itu, anak mengalami
gangguan emosi dan kesulitan tidur.



Menurutnya, dalam menangani pasien kecanduan ponsel
disesuaikan dengan gejala yang muncul. Gejala bisa berbeda pada setiap anak.
Misalnya, gangguan emosi dan sulit tidur diatasi terlebih dahulu.



“Ada beberapa langkah yang kami lakukan untuk
mengatasi gangguan emosi itu salah satunya dengan obat farmakoterapi, setelah
itu langsung masuk ke terapi perilaku,” ungkapnya.



Pada awalnya, terkadang anak merasa tidak kecanduan
ponsel dan merasa baik-baik saja. Langkah pertama sebelum masuk ke terapi
perilaku, lanjutnya, anak harus mengakui kalau kecanduan ponsel.



Aliyah menyatakan, proses terapi tersebut dilakukan
secara berkelanjutan. Untuk farmakoterapi paling tidak dua pekan agar pasien
lebih stabil. Sepekan pertama sudah bisa mulai terapi perilaku dan berlanjut
paling tidak enam bulan.



“Ada daftar kontrak apa yang harus dilakukan pasien.
Misalnya untuk anak yang masih sekolah jam belajar sepulang sekolah harus
ngapain, kalau dulu pegang ponsel setiap waltu sekarang harus dibatasi. Pegang
ponsel hanya boleh jam tertentu maksimal satu hari hanya dua, jam apapun
alasannya,” tegasnya.



Aliyah menambahkan, orang tua perlu melakukan upaya
dan memberi contoh untuk mencegah agar anak tidak kecanduan ponsel. Meskipun,
praktiknya agak susah karena tugas-tugas sekolah terkadang memakai gawai.



Cara mencegahnya dengan menggunakan gawai hanya untuk
tugas-tugas sekolah. Kemudian, pada jam-jam tertentu harusnya di keluarga tidak
pegang ponsel semua. “Kalau orang tua pegang ponsel, anaknya tidak boleh ya
sama saja,” ujarnya.



 



(Sumber:
https://nasional.republika.co.id/berita/pzilao430/
pasien-anak-kecanduan-ponsel-di-rs-jiwa-solo-bertambah dengan penyesuaian)



 



Identifikasi Perbandingan Informasi

























Jenis Teks



Informasi yang sama  



Informasi yang berbeda



Komik



 



 



Berita 1



 



 



Berita 2



 



 




 



 



Sumber



Aulia, Tri Fadilah dan Gumilar, Sefi Indra. 2021. Cerdas
Cergas Berbahasa dan Bersastra Indonesia untuk SMA/SMK Kelas X
. Jakarta: Pusat
Kurikulum dan Perbukuan Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi



 



Please Select Embedded Mode For Blogger Comments

أحدث أقدم