Melupakan

 


Terkadang kita menginginkan seperti apa yang dimiliki oleh orang lain. Sehingga melupakan apa yang kita miliki. Keinginan yang menggebu-gebu pada diri kita sendiri membuat kita lupa akan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Banyak orang yang mengejar kesuksesan sehingga melupkan kebahagiaan yang telah didapatkan. Banyak orang ingin mendapatkan hal yang lebih besar sehingga melupakan prestasi kecil yang telah diraih.

Meskipun sulit, berusaha rendah hati dan menyadari potensi yang ada pada diri sendiri jauh lebih penting dibandingkan dengan membandingkan diri kita dengan orang lain. Hal itu, karena tidak semua manusia memiliki kesamaan. Letak geografis, kondisi psikologi dan lain sebagainya yang dialami oleh manusia berbeda-beda. 

Seperti halnya seekor babi yang berjalan di hutan belantara tanpa monoleh dan rasa takut dia terus berjalan menelusuri semak blukar, penuh dengan ketidak pastian. yah, terkadang kita harus bertindak seperti itu. Namun, jika itu terus dilakukan. Ambisi yang terus menggebu-gebu membutakan hati dan pikiran kita. Sehingga dapat melupakan langkah-langkah kecil yang telah dilalui. 

Bukannya tidak bagus, akan tetapi ketika kita memiliki sebuah ambisi. Terkadang dengan ambisi yang tinggi dapat membuat kita merasa berada pada titik dimana, keharusan dan ketidak jelasan dalam bertindak. Sehingga kita melupakan kodrat kita sebagai manusia. Seperti halnya kita ketahui bersama bahwa, manusia diciptakan atas akal dan hatinya. Terkadang kita harus bertindak dengan landasan akal. Namun juga, harus bertindak dengan menggunakan hati. Bahkan menggunakan keduanya. 

Jika ambisi yang telalu kuat, dapat menyelimuti diri kita dan memlupakan waktu yang tepat untuk menggunakan akal kah, hatikah atau keduanya. Dengan demikian, saat kita berproses. Tidak selamannya harus seperti itu. Agar kita dapat memililah dan memilih, waktu yang tepat dalam melakukan tindakan. 

Lantas, apakah kita harus terus menatap kebelakang untuk melakukan sebuah tindakan. Hal ini juga, harus dipertimbangkan. Jika kita, terus menerus melihat apa yang telah terjadi di belakang kita terselimuti dengan rasa takut yang mendalam. Seingga, melupakan tujuan dalam menjalani proses kehidupan. Rasa takut memang diperlukan untuk mewaspadai apa yang akan dilakukan sekarang atau nanti. Namun, jika kita terlalu takut. Justru akan menutupi potensi yang dimiliki oleh diri kita sehingga pencapaian yang seharusnya akan didapatkan malah terbuang sia-sia. 

Jadi sebenarnya apa yang harus dilakukan?, mungkin anda pernah mendengar sebuah cerita. Tentang seorang murid yang diperintahkan oleh seorang guru untuk mencari sekuntum bunga yang indah ditaman. Ketika, murid tersebut menemukan satu bunga dia berpikir mungkin akan ada bunga yang lebih indah dari bunga yang ditemukan sekarang. Sang murid terus berjalan dengan memiliki pemikiran yang sama. Sampai pada akhirnya, dia tidak mendapatkan bunga satu pun untuk diberikan kepada guru. Dari cerita tersebut, apak ada yang bisa mengambil sebuah simpulan, tentunya anda sudah tau jawabanya ketika seorang murid tidak dapat memberikan sekuntum bunga yang dinginkan oleh guru tersebut. 

Lantas, apa si sebenarnya yang harus dilakukan? Kita tidak pernah akan tau apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Dengan ambisi yang sangat kuat, justru kita akan mencari bunga yang lebih indah. Hal ini menutupi diri kita untuk melakukan tindakan yang dilandasi dengan  akal kita.  Jika kita rubah sedikit cara pandang seorang sang murid, dari alur cerita itu. Yang diperintahkan oleh guru memetik satu bunga untuknya dan bejalan tanpa mundur. Pertanyaa itu bukang tentang hanya memtika satu kalikan? tepi petik satu bunga untuknya. 

Dari sana sudah jelas, kan? apa yang diinginkan oleh guru. Memetik satu untuknya, dan tanpa berjalan mundur. Jika saja sang murid mengubah cara padangnya dia akan menyuguhkan satu bunga yang indah kepada guru tanpa adanya penyelasan. Sang murid bisa berhenti sejenak, dan memandangi satu-persatu dari setiap bunga yang ia jumpai. Kemudian menyimpannya, dan membawanya. Ketika, menemukan bunga yang lebih indah disimpan yang pertama dipetik dan membawa bunga yang baru dan lebih indah. 

Tentunya untuk melakukan itu kita harus memadukan akal dan hati kita, akal untuk memastikan bahwa kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi dimasa mendatang sehingga kita memerlukan ilmu untuk memahaminya. Berhenti sejenak, dan berpikir untuk menentukan tindakan apa yang dapat dilakukan agar dapat memecahkan permasalahan yang akan terjadi dimasa mendatang. Bukan kah ketika kita menyelesaikan dalam mengerjakan pemotongan kayu harus behenti sejenak untuk mengahasa gergaji agar lebih tajam dan dapat mempercepat pekerjaan kita. Lantas, kenapa kita terus berlari dan bertindak untuk mewujudkan ambisi kita?.  

Tentunya untuk mengetahui, mana bunga yang indah kita menggunakan hati kita. Yahhhh, walau bagaimana pun hati kita tidak akan dapat dibohongi. Lidah masih, bisa berbohongan dengan berkata tidak. Sedangka hati, saya pikir. Tidak demikian? Jadi kita harus, menggunakan hati kita untuk menikmati prestasi yang telah kita raih, dan memantafkan diri serta menyakinkan diri dalam menentukan langkah berikutnya. Sampai pada akhirnya, dengan kecedasan dan ketulusan yang kita dimiliki kita dapat menyuguhan bunga yang indah untuk sang guru. 

Lalu, bagaimana cara memastikan agar keputusan yang diambil setidaknya mendekata kata tepat. Yahhhh, terkadang sulit bagi kita untuk memastikan apakah yang dilakukan oleh kita tepat atau tidak. Hal, kejadian yang menimpa kita dimasa lampau. Keburukan yang pernah dilakukan, kecerobohan bahkan sampai pada mengabaikan apa yang tidak diperkenankan oleh pikiran hati kita. 

Untuk memahami, hal tersebut terkadang kita terus menatapkan mata kita kedepatn seperti halnya. Seorang kernet, yang terus memandang kedepan dibalik pintu untuk mencari dan menentukan bahwa ada atau tidak ada penumpangkan. Bahkan sesekali, menoleh kebelakang untuk memastikan bahwa tidak ada penumpang yang terlewat. Terus berulang-ulang sampai pada akhirnya masih ada aja, penumpang yang terlewat karena sang sapir hanya terus menginjak gas tanpa ikut memperhatikan penumpang. 

Hal tersebut, menunjukan meskipun ada kesalahan yang terjadi sehingga membuat penumpang tertinggal. Namun, tidak menyesali apa yang telah terjadi.secara mendalam, terus melanjutkan perjalanan dengan memelankan sedikit gasnya. Agar kita bisa menikmati perjalanan dari tindakan yang telah kita lakukan serta mendapatkan apa yang diinginkan. Jika masih didapatinya kesalahan dalam melakukan  tindakan. Berarti kita melakukan tindakan dengan sikap yang sama sehingga membuat hal itu terjadi secara berulang-ulang. 

Please Select Embedded Mode For Blogger Comments

أحدث أقدم