Model Pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Intruction)
Pengertian Model Pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Intruction)
Pembelajaran TAI adalah salah satu jenis pembelajaran kooperatif yang dikembangkan di Johns Hopkins University oleh tim yang diketuai Bob Slavin dan Nancy Madden menurut Slavin (dalam Ninik Sri Widayati dan Hafis Muaddah, 2012:124). Pembelajaran kooperatif TAI diprakarsai sebagai usaha merancang bentuk pengajaran individual yang bisa menyelesaikan masalah-masalah yang membuat metode pembelajaran individual menjadi tidak efektif. Selain itu pembelajaran TAI dirancang untuk memperoleh manfaat dari potensi sosialisasi yang terdapat dalam pembelajaran kooperatif Slavin (dalam Ninik Sri Widayati dan Hafis Muaddah).
Tujuan TAI adalah model belajar kelompok untuk meminimalisasi pengajaran secara individual yang tidak efektif, meningkatkan pengetahuan, meningkatkan kemampuan, serta meningkatkan motivasi individual. TAI diprakasai untuk menyelesaikan masalah-masalah individual dengan pengajaran kelompok, sehingga pengajaran individual menjadi tidak efektif. Dengan demikian, model ini membuat para siswa berkelompok, mengembangkan tanggung jawab, mengelola dan memeriksa secara rutin, saling membantu, saling memberi dorongan untuk maju, serta membebaskan guru memberi pengaaran langsung kepada sekelompok kecil siswa menurut Slavin (dalam Ninik Sri Widayati dan Hafis Muaddah, 2012:125 ).
Langkah-langkah model pembelajaran Model Pembelajaran Team Assisted Individualization
Langkah-langkah Model Pembelajaran Team Assisted Individualization Dalam melaksanakan pembelajaran menggunakan model TAI diperlukan langkah-langkahnya, sebagai berikut (Shoimin 2014:200-202).
Placement Test. Pada langkah ini guru memberikan tes awal (pre-test) kepada siswa. Cara ini bisa digantikan dengan mencermati rata-rata harian atau nilai pada bab sebelumnya yang diperoleh siswa sehingga guru dapat mengetahui kekurangan siswa pada bidang tertentu.
Teams. Langkah ini cukup penting dalam penerapan model pembelajaran kooperatif TAI. Pada tahap ini guru membentuk kelompok-kelompok yang bersifat heterogen yang terdiri dari 4-5 siswa.
Teaching Group. Guru memberikan materi secara singkat menjelang pemberian tugas kelompok.
Student Creative. Pada langkah ketiga, guru perlu menekankan dan menciptakan persepsi bahwa keberhasilan setiap siswa (individu) ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya.
Team Study. Pada tahapan team study, siswa belajar bersama dengan mengerjakan tugas-tugas dari LKS yang diberikan dalam kelompoknya. Pada tahapan ini guru juga memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkan, dengan dibantu siswa-siswa yang memiliki kemampuan akademis bagus di dalam kelompok tersebut yang berperan sebagai peer tutoring (tutor sebaya).
Fact Test. Guru memberikan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa, misalnya dengan memberikan kuis dan sebagainya.
Team Score and Team Recognition. Selanjutnya, guru memberikan skor pada hasil kerja kelompok dan memberikan “gelar” penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas. Misalnya dengan menyebut mereka sebagai “kelompok OK”, “kelompok LUAR BIASA” dan sebagainya.
Whole-Class Units. Langkah terakhir, guru menyajikan kembali materi di akhir bab dengan strategi pemecahan masalah untuk seluruh siswa di kelasnya.
Kelebihan dan Kekurangan Team Assisted Individualization
Menurut Shoimin (2014:207-208), model pembelajaran Team Assisted Individualization memiliki kelebihan dan kekurangan yaitu sebagai berikut:
Kelebihan Team Assisted Individualization
Siswa yang lemah dapat terbantu dalam menyelesaikan masalahnya.
Siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilannya.
Adanya tanggung jawab dalam kelompok dalam menyelesaikan permasalahannya.
Siswa diajarkan bagaimana bekerja sama dalam suatu kelompok.
Mengurangi kecemasan (reduction of anxiety).
Menghilangkan perasaan terisolasi dan panik.
Menggantikan bentuk persaingan (competition) dengan saling kerja sama(cooperation).
Melibatkan siswa untuk aktif dalam proses belajar.
Siswa dapat berdiskusi (discuss), berdebat (debate), atau menyampaikan gagasan, konsep, dan keahlian sampai benar-benar memahaminya.
Siswa memiliki rasa peduli (care), rasa tanggung jawab(take responsibility) terhadap teman lain dalam proses belajarnya.
Siswa dapat belajar menghargai (learn to appreciate) perbedaan etnik (ethnicity), perbedaan tingkat kemampuan (performance level) dan cacat fisik (disability).
Kekurangan Team Assisted Individualization
Tidak ada persaingan antar kelompok.
Siswa yang lemah dimungkinkan menggantungkan pada siswa yang pandai.
Terhambatnya cara berpikir siswa yang mempunyai kemampuan lebih terhadap siswa yang kurang.
Memerlukan periode lama.
Sesuatu yang harus dipelajari dan dipahami belum seluruhnya dicapai siswa.
Bila kerja sama tidak dapat dilaksanakan dengan baik, yang akan bekerja hanyalah beberapa siswa yang pintar dan yang aktif saja.
Siswa yang pintar akan merasa keberatan karena nilai yang diperoleh ditentukan oleh prestasi atau pencapaian kelompok.
Kemampuan Berpikir Kritis
Pengertian Berpikir Kritis
Berpikir kritis adalah suatu kemampuan seseorang dalam menganalisis ide atau gagasan secara logis, reflektif, sistematis dan produktif untuk membantu membuat, mengevaluasi serta mengambil keputusan tentang apa yang diyakini atau akan dilakukan sehingga berhasil dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi.
Berpikir kritis termasuk proses berpikir tingkat tinggi, karena pada saat mengambil keputusan atau menarik kesimpulan menggunakan kontrol aktif, yaitu reasonable, reflective, responsible, dan skillful thinking. Tidak semua orang bisa berpikir kritis karena dibutuhkan keyakinan yang kuat dan mendasar agar tidak mudah dipengaruhi. Kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan untuk menganalisis suatu permasalahan hingga pada tahap pencarian solusi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Berikut ini beberapa pengertian kemampuan berpikir kritis dari beberapa sumber buku:
Menurut Seriven dan Paul (dalam Suwarma, 2009:11), berpikir kritis merupakan sebuah proses intelektual dengan melakukan pembuatan konsep, penerapan, melakukan sintesis, dan atau mengevaluasi informasi yang diperoleh dari observasi, pengalaman, refleksi, pemikiran atau komunikasi sebagai dasar untuk meyakini dan melakukan suatu tindakan.
Menurut Surya (2011:131), berpikir kritis merupakan kegiatan yang aktif, gigih, dan pertimbangan yang cermat mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan apapun yang diterima dipandang dari berbagai sudut alasan yang mendukung dan menyimpulkan.
Menurut Johnson (2010:100), berpikir kritis adalah sebuah proses yang terorganisir dan jelas yang digunakan dalam aktivitas mental seperti pemecahan masalah, pembuat keputusan, menganalisis asumsi-asumsi, dan penemuan secara ilmiah.
Menurut Wijaya (2010:72), berpikir kritis yaitu kegiatan menganalisis ide atau gagasan ke arah yang lebih spesifik, membedakannya secara tajam, memilih, mengidentifikasi, mengkaji dan mengembangkannya ke arah yang lebih sempurna.
Menurut Kurfiss (1988), berpikir kritis adalah sebuah pengkajian yang tujuannya untuk mengkaji sebuah situasi, fenomena, pertanyaan, atau masalah untuk mendapatkan sebuah hipotesis atau kesimpulan yang mengintegrasikan semua informasi yang tersedia sehingga dapat dijustifikasi dengan yakin.
Karakteristik Berpikir Kritis
Menurut Seifert dan Hoffnung (dalam Desmita, 2010:154), terdapat empat komponen berpikir kritis, yaitu sebagai berikut:
Basic operations of reasoning. Untuk berpikir secara kritis, seseorang memiliki kemampuan untuk menjelaskan, menggeneralisasi, menarik kesimpulan deduktif dan merumuskan langkah-langkah logis lainnya secara mental.
Domain-specific knowledge. Dalam menghadapi suatu problem, seseorang harus mengetahui tentang topik atau kontennya. Untuk memecahkan suatu konflik pribadi, seseorang harus memiliki pengetahuan tentang person dan dengan siapa yang memiliki konflik tersebut.
Metakognitive knowledge. Pemikiran kritis yang efektif mengharuskan seseorang untuk memonitor ketika ia mencoba untuk benar-benar memahami suatu ide, menyadari kapan ia memerlukan informasi baru dan mereka-reka bagaimana ia dapat dengan mudah mengumpulkan dan mempelajari informasi tersebut.
Values, beliefs and dispositions. Berpikir secara kritis berarti melakukan penilaian secara fair dan objektif. Ini berarti ada semacam keyakinan diri bahwa pemikiran benar-benar mengarah pada solusi. Ini juga berarti ada semacam disposisi yang persisten dan reflektif ketika berpikir.
Sedangkan menurut Beyer (dalam Surya, 2011:137), terdapat delapan karakteristik dalam kemampuan berpikir kritis, yaitu:
Watak (dispositions). Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap skeptis (tidak mudah percaya), sangat terbuka, menghargai kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.
Kriteria (criteria). Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk sampai ke arah sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Meskipun sebuah argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi maka haruslah berdasarkan kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang kredibel, teliti, tidak bias, bebas dari logika yang keliru, logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang.
Argumen (argument). Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh data-data. Namun, secara umum argumen dapat diartikan sebagai alasan yang dapat dipakai untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian, atau gagasan. Keterampilan berpikir kritis akan meliputi kegiatan pengenalan, penilaian, dan menyusun argumen.
Pertimbangan atau pemikiran (reasoning). Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa premis. Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan atau data.
Sudut pandang (point of view). Sudut pandang adalah cara memandang atau landasan yang digunakan untuk menafsirkan sesuatu dan yang akan menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan memandang atau menafsirkan sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
Prosedur penerapan kriteria (procedures for applying criteria). Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur tersebut akan meliputi merumuskan masalah, menentukan keputusan yang akan diambil, dan mengindentifikasikan asumsi atau perkiraan-perkiraan.
Indikator Berpikir Kritis
Menurut Ennis (dalam Maftukhin, 2013:24), terdapat lima kelompok indikator kemampuan berpikir kritis, yaitu sebagai berikut:
Klarifikasi Dasar (Elementary Clarification). Klarifikasi dasar terbagi menjadi tiga indikator yaitu
(1) mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan,
(2) menganalisis argumen, dan
(3) bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan atau pertanyaan yang menantang.
Memberikan Alasan untuk Suatu Keputusan (The Basis for The Decision). Tahap ini terbagi menjadi dua indikator yaitu (1) mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber dan (2) mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi.
Menyimpulkan (Inference). Tahap menyimpulkan terdiri dari tiga indikator (1) membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, (2) membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi, dan (3) membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan.
Klarifikasi Lebih Lanjut (Advanced Clarification). Tahap ini terbagi menjadi dua indikator yaitu (1) mengidentifikasikan istilah dan mempertimbangkan definisi dan (2) mengacu pada asumsi yang tidak dinyatakan.
Dugaan dan Keterpaduan (Supposition and Integration). Tahap ini terbagi menjadi dua indikator (1) mempertimbangkan dan memikirkan secara logis premis, alasan, asumsi, posisi, dan usulan lain yang tidak disetujui oleh mereka atau yang membuat mereka merasa ragu-ragu tanpa membuat ketidaksepakatan atau keraguan itu mengganggu pikiran mereka, dan (2) menggabungkan kemampuan kemampuan lain dan disposisi-disposisi dalam membuat dan mempertahankan sebuah keputusan.