1.1 Latar Belakang Masalah
Bahasa Arab
merupakan salah satu bahasa tertua di dunia dan memiliki beberapa keutamaan
yakni bahasa Al–Quran, bahasa Arab memerlukan penguasaan secara komprehensif
sehingga pemahaman terhadap kata atau kalimat yang menggunakan bahasa Arab
dapat dipahami dengan baik. Adapun ilmu tentang bahasa Arab yang harus kita
pelajari adalah nahwu dan sharaf.
Kedua ilmu tersebut
sangat berperan dalam memahami makna dari bahasa Arab yang akan diterjemahkan
baik ke dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa lainnya. Jika seseorang
tidak memahami kedua ilmu tersebut dan yang berkaitan dengannya, maka dalam
menterjemahkan kata atau kalimat atau buku – buku yang berbahasa Arab akan
sangat sulit
Atas dasar
inilah kemudian untuk membuat bahasa Arab tidak menjadi seperti bahasa lain
yang monoton maka salah satu sisi atau cabang yang akan dibahas dalam makalah
ini tentang pembahasan perubahan kata ganti ( Ḍamir ).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa
pengertian dari Ḍamir ?
1.2.2 Bagaimana
pembagian Ḍamir ?
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Isim Ḍamir
Isim
ḍamir dalam bahasa Indonesia adalah kata
ganti. Kata ganti, sebagaimana kita ketahui ada 3 yaitu kata ganti orang
pertama, kata ganti orang kedua dan kata ganti orang ketiga. Hal itu juga ada
dalam tata bahasa Arab bahkan lebih rinci. Ḍamir adalah bentuk kata ganti
orang. Kata ganti atau ḍamir memiliki kelompok kata tersendiri yang dalam ilmu
nahwu disebut isim mabni yaitu isim
yang tidak dapat berubah baris akhirnya walaupun bermacam-macam amil atau kata yang mempengaruhinya.
Namun demikian kata-kata ḍamir ini memiliki keunikan tersendiri karena dalam
penggunaannya memiliki bentuk yang berbeda tapi maknanya sama.[1]
Menurut Muhammad
‘Abdurrahim ‘Adas memberi defenisi isim ḍhamir sebagai berikut:
الضمير اسم معرفة مبني يدل على المتكلم أو المخاطب أو الغائب، والضمائر هي: هو، هما، هم، هي، هما، هن، أنت، أنتما، أنتم، أنت، أنتما، أنتن، أنا، نحن.[2]
Ḍamir adalah ism
ma’rifah (hukumnya) mabni yang menunjukkan si pembicara, lawan bicara, dan si objek
bicara. Damir itu ada 14: Dia (1 lk), dia (2 lk), mereka (lk), dia (1 pr), dia
(2 pr), mereka (pr), kamu (1 lk), kamu (2 lk), kalian (lk), kamu (1 pr), kamu
(2 pr), kalian (pr), saya (lk/pr), kami/kita (lk/pr).
Ḍamir merupakan
isim (kata benda) yang berfungsi untuk menggantikan penyebutan kata-kata yang banyak
dan menempati kata-kata itu dengan sempurna tanpa merubah makna yang dimaksud. Ḍamir
(kata ganti orang) dalam bahasa arab memiliki 14 bentuk. Adapun klasifikasinya
sebagai berikut:
1. Kata Ganti orang ketiga (ضمير الغائب )هو، هما، هم، هي، هما، هن،
2. Kata Ganti orang Kedua (
ضمير
المخاطب ) أنت، أنتما، أنتم، أنت، أنتما، أنتن،
3. Kata ganti Orang Pertama (
ضمير
المتكلم) انا، نحن [3]
Jadi
kata ganti ضمير (ḍamir) itu terdiri dari tiga kriteria yaitu
: الغائب al-ghaaib (orang ketiga), المخاطب al-mukhaaṭab (orang kedua) dan المتكلم al-mutakallam (pembicara). Selain itu
ada juga perbedaan gendernya yaitu laki-laki dan perempuan serta jumlah yaitu
mufrad (tunggal) dan, muṡanna (ganda) dan jamak (plural).
2.2 Pembagian Baris Ḍamir
Ḍamir
baris adalah ḍamir yang nampak atau punya bentuk (wujud) dalam lafaz. Ḍamir baris
ada 2 macam, baris munfaṣil dan baris muttasil. Al-Gulayaini dalam Jami’
al-Durus memberi defenisi dan contoh masing-masing sebagai berikut:
الضمير المنفصل:
ما
يصح الابتداء به، كما يصح وقوعه بعد إلا على كل حالكأنا من قولك [4]
(أنا
مجتهد، وما اجتهد إلا أنا)
الضمير المتصل:
ما
لا يبتدأ به ولا يقع بعد إلا في ضرورة الشعر كالتاء والكاف منأكرمتُك،
فلا يقال:
ما
أكرمتُ إلاّكَ وقد ورد في الشعر ضرورة، كما قال الشاعر: وما علينا إذا ما كنتِ جارتنا ألا يجاورنا إلاكِ دَيَّارٌ.[5]
Ḍamir munfaṣil
adalah ḍamir yang bisa terletak di awal kalimat dan bisa diletakkan setelah
kata إلا.
dalam setiap keadaan, seperti kata أنا dalam contoh kalimat: (أنا مجتهد، وما اجتهد إلا أنا).
Adapun ḍamir muttasil adalah ḍamir yang tidak bisa diletakkan di awal kalimat
atau setelah إلا kecuali untuk kepentingan syair.
Para ulama nahwu
kembali membagi keduanya ini dalam beberapa bagian. ‘Abduh al-Rajihi dalam
bukunya Al-Tatbiq Al-Nahwi membagi
sebagai berikut:
1)
Ḍamir
Munfaṣil
Ḍamir
Munfaṣil bisa berada pada posisi rafa’
atau naṣab dan tidak pada posisi jarr.[6]
Posisi rafa’ dimaksud bisa sebagai mubtada’,
khabar, fa’il, naib al-fa’il ( kedua
terakhir setelah إلا atau
إنما
)
sedangkan naṣab sebagai maf’ul bih muqaddam.
a. Rafa’ dimana ḍamir berfungsi sebgai
subjek yaitu diantaranya :
هو،
هما، هم، هي، هما، هن
: للغائب
أنت،
أنتما، أنتم، أنت، أنتما، أنتن
: للمخاطب
أنا،
نحن : للمتكلم[7]
Contoh
dalam kalimat : هو
أستاذ في المدرسة “dia adalah seorang guru disekolah”.
Jadi kata gantinya berupa هو yang merupakan kata ganti orang ketiga
tunggal ضمير
الغائب (ḍhamir al-ghaib) maskulin (laki-laki)
yang mana kedudukannya sebagi subjek.
b. Naṣab dimana ḍamir berfungsi sebagai
objek yaitu kata ( إيا ) yang harus diikuti tanda (ḍamir) yang
menunjukkan siapa yang dimaksud.
إياي
– إيانا
– إياك
– إياكما
– إياكم
– إياك
– إياكما
– إياكن
– إياه
– إياهما
– إياهم
– إياها
– إياهما
-
إياهن
Contoh
dalam kalimat اياك نعبد و اياك نستعين
artinya “hanya kepadaMulah kami menyembah dan hanya kepadaMulah kami
memohon pertolongan” . Jadi kata gantinya berupa ك (ka) yaitu yang menunjukkan kata ganti
orang kedua tunggal laki-laki yang mana kedudukannya sebagai objek.
2) Ḍamir Muttasil
Ḍamir
muttasil adalah ḍamir yang bersambung dengan akhir kata baik itu isim, fi’il
atau hurf dan bisa berada pada posisi rafa’, naṣab atau jarr.[8] Ḍamir
muttasil merupakan kata ganti yang penulisannya bersambung dengan kata lain
atau tidak bisa berdiri sendiri. Ḍamir muttasil ada 9 jenis, yaitu: (ta)
تاء
– (naa) نا
– (waw) واو - (alif) الف – (nun) نون –
(kaf) كاف – (ha) هاء – (ya) ي dan (haa) ها.
Ḍamir
muttasil terdapat pada fi’il maḍi (kata kerja lampau) fi’il muḍari’ (kata kerja
sekarang) dan fi’il amar (kata perintah) dan kalimat kepemilikan (Possesive
pronoun)
Dilihat dari segi
fungsinya ḍamir muttasil dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Rafa’. Dimana kata ganti orang berfungsi
sebagai subjek, terjadi pada kata kerja yang sedang dikerjakan (fi’il muḍari)
dan kata perintah (fi’il amar). Contohnya
يكتبان
الطالبان بالقلم artinya “dua siswa laki laki sedang
menulis dengan pena”. Pada kalimat tersebut kata ganti yang menunjukkan orang
kedua jumlahnya dua dan berjenis laki-laki serta berfungsi sebagai subjek.
b. Naṣab. Dimana ḍamir berfungsi sebagai
objek. Contohnya ketika kata ganti digabungkan dengan kata kerja lampau (fi’il
maḍi) dan kata ganti digabung dengan preposisi atau kata depan (kharful jar)
seperti نصره
artinya
“laki laki telah menolongnya”. Kata gantinya yaitu berupa ه (Hu) yang mana menunjukkan orang ketiga tunggal laki laki dan
kedudukannya sebagai objek.
c. Jar. Dimana ḍamir berfungsi sebagai
sifat (adjective). Contohnya : ketika kata ganti digabungkan kata benda
sehingga menunjukkan kepemilikan seperti
كتابها
artinya “bukunya” (dia perempuan satu). Jadi kata
gantinya berupa ها (haa) yang mana menunjukkan kata ganti
orang ke tiga tunggal dan berjenis kelamin perempuan.
Kata
ganti berfungsi sebagai objek ketika digabungkan dengan kharful jar atau kata
depan (preposisi), contohnya آليك artinya “kepadamu”, kata
gantinya berupa ك
(Ka)
yang menunjukkan arti orang ke dua tunggal laki-laki.
Kata
ganti yang menunjukkan arti kepemilikan
(possessive pronoun) yaitu ketika kata ganti orang digabungkan dengan kata
benda (isim) dan disebut dengan susunan iḍafa (frase) sehingga menunjukkan arti
kepemilikan, contohnya: قلمها artinya “penanya”. Kata gantinya berupa ḍamir ها (haa) yang menunjukkan arti orang ketiga
tunggal perempuan.[9]
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan
di atas dapat ditarik kesimpulan diantaranya ialah ḍamir itu terbagi menjadi 14
seperti yang telah disebutkan di atas. Ḍhamir (kata ganti) ditunjukan untuk
kata ganti orang ketiga (al-ghaib atau al-ghaibah), orang kedua (al-mukhatab
atau al-mukhatabah) dan orang pertama (al-mutakallim). Ḍhamir (kata ganti)
menunjukan jenis laki – laki dan perempuan dan jumlah (tunggal dan jamak).
Ḍhamir munfaṣil
adalah kata ganti yang tidak bersambung dengan kata yang lain, yang posisinya
bisa berposisi sebagai rafa’ maupun naṣab. Ḍamir muttasil adalah ḍamir yang
bersambung dengan kata yang lain yang dapat berposisi sebagai rafa’, naṣab dan
jarr.
[1] Rappe, Kaidah Perubahan Kata-Kata dalam bahasa Arab,
Makassar : Alauddin University Press, 2012, hlm. 77.
[2] Muhammad ‘Abdurrahim
‘Adas, Al-Wadih fi Qawaid al-Nahwi wa
al-Sarfi, Cet. I; Oman: Dar Majdalawi, 1990, hlm. 65
[3] Muhammad Muhhyidin Abdul
Hamid, At-Tuhfa As-Saniyah (syarah
Ajjurumiyah). Trjh. Abu AbdillahSalim bin Subaid, Tegal : Ash-Shafmedia,
2008, hlm. 177-179
[4] Mustafa al-Gulayaini, Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah, Juz I, Cet.
XXIX; Beirut: Al-Maktabah al-‘Asriyyah, 1994 M/1415 H, hlm. 119.
[7] Abu Hilya Salsabilah., Empat Langkah Membaca dan Menerjemahkan
Kitab Gundul: Metode Assakiy, Bekasi : Penerbit Ukhuwatuna. 2012, hlm.234
[9] Fuad Ni’mah, mulakhkhas Qawaid Al- lughah Al ‘arabiyah,
Beirut: Daruh as-tsaqafah Al Islamiyah, tanpa taun terbit, hlm.116