Pimpinan Pondok Pesantren Tajul Alawiyin, Habib Bahar bin Smith mengaku, dirinya akan melakukan golput alias tidak memilih siapapun di pemilu 2024 mendatang.
Dilansir dari Viva.co.id, Rabu (20/12/2023), “Kalau saya pribadi, maaf. Habib Bahar Smith 2024 golput, nggak pilih siapapun. Mau siapa yang jadi presiden, saya nggak bakal milih,” ujarnya dilihat melalui YouTube Nizar Channel Selasa, 19 Desember 2023.
Menurut Habib Bahar bin Smith tidak akan memilih capres karena berkaitan trauma pemilu tahun kemarin.
“Karena kalau saya sudah cukup dikhianati, saya enggak mau lagi. Saya orang hidup dengan prinsip. Oh udah cukup nggak ada politik-politikan lagi," ucapnya.
“Saya sudah cukup dikhianati, saya nggak mau. Saya paling benci penghianat," sambungnya. Meski begitu, kendati memilih untuk golput, pria berusia 38 tahun itu menganjurkan jamaahnya untuk memilih capres terbaik.
“Itu untuk pribadi saya sendiri. Jangan kalian ikuti, nggak boleh, paham. Itu (golput) saya pribadi, jangan diikuti. Ini negara demokrasi harus untuk memilih," kata dia.
Habib Bahar bin Smith berpesan agar jamaah memilih pemimpin yang membesi memberikan dampak positif bagi rakkyat.
"Kalau umat tidak bersuara untuk memilih, maka orang-orang yang jahat, yang buruk yang akan memilih pilihan-pilihan buruk mereka. Jadi umat wajib untuk memilih yang paling baik, yang paling bagus, yang paling bisa memberi manfaat kepada bangsa, negara dan rakyat Indonesia." terangnya.
Berikut Profil Habib Bahar Bin Smith yang dilansir dari Wikipedia, Rabu (20/12/2023).
Habib Bahar bin Smith lahir 23 Juli 1985) adalah seorang tokoh dan penceramah asal Manado, Sulawesi Utara. Habib Bahar diketahui tinggal di Kabupaten Bogor.
Habib Bahar merupakan pemimpin dan pendiri Lembaga Swadaya Masyarakat/ LSM Majelis Pembela Rasulullah yang berkantor cabang di Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan. Selain itu, dirinya juga merupakan pendiri Paguyuban bernama Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin di Kemang, Kabupaten Bogor.
Bahar bin Smith lahir di Manado, Sulawesi Utara sebagai anak pertama dari tujuh bersaudara. Dia berasal dari keluarga Arab Hadhrami golongan Alawiyyin bermarga Aal bin Sumaith (Arab: آل بن سميط , translit. Aāl bin Sumayṭ; pengucapan bahasa Arab: [ʔaːl bin sumajtˤ]), ayah bernama Sayyid Ali bin Alwi bin Smith (w. 17 Oktober 2011), sedangkan ibunya bernama Isnawati Ali berasal dari Minahasa Tenggara. Bahar mempunyai enam orang adik, tiga di antaranya adalah Ja'far bin Smith, Sakinah Smith, dan Zein bin Smith.
Pada tahun 2009, Bahar menikahi seorang Syarifah bermarga Aal Balghaits (Arab: آل بالغيث , translit. Aāl Balġayṯ; pengucapan bahasa Arab: [ʔaːl balɣajθ]) bernama Fadlun Faisal Balghoits.
Dari pernikahannya dengan Fadlun, Bahar dikaruniai empat anak: Sayyid Maulana Malik Ibrahim bin Smith, Syarifah Aliyah Zharah Hayat Smith, Syarifah Ghaziyatul Gaza Smith, dan Sayyid Muhammad Rizieq Ali bin Smith. Anak terakhirnya, Ali, lahir pada tanggal 4 Februari 2018.
Bahar bin Smith lahir di Manado, Sulawesi Utara sebagai anak pertama dari tujuh bersaudara. Dia berasal dari keluarga Arab Hadhrami golongan Alawiyyin bermarga Aal bin Sumaith (Arab: آل بن سميط , translit. Aāl bin Sumayṭ; pengucapan bahasa Arab: [ʔaːl bin sumajtˤ]), ayah bernama Sayyid Ali bin Alwi bin Smith (w. 17 Oktober 2011), sedangkan ibunya bernama Isnawati Ali berasal dari Minahasa Tenggara. Bahar mempunyai enam orang adik, tiga di antaranya adalah Ja'far bin Smith, Sakinah Smith, dan Zein bin Smith.
Aksi Sweeping
Sebagai pemimpin Majelis Pembela Rasulullah, Bahar bersama pengikutnya kerap melakukan aksi sweeping dan penutupan paksa di beberapa tempat hiburan yang dianggap melanggar syariat islam yang beroperasi di wilayah Jakarta Selatan dan Tangerang Selatan.
Pada bulan Ramadan tahun 2012, tepatnya hari Minggu, 29 Juli 2012, sekitar pukul 01.30 dini hari, dia pernah menggerakan sekitar 150 pengikutnya untuk melakukan aksi sweeping yang di Kafe De Most yang terletak di Jalan Veteran Raya, Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Dalam aksinya itu, mereka menuntut agar pihak kafe menutup bisnisnya. Selain itu, massa juga melengkapi diri dengan senjata. Bahkan, peralatan senjata tajam itu dibuat khusus menjelang aksi, seperti empat buah pedang yang dibuat seminggu sebelum kejadian.
Aksi tersebut telah direncanakan 2 minggu sebelumnya. Rencananya, setelah melakukan aksi dari Pesanggrahan, Bahar dan jemaahnya akan melakukan razia di Kafe Putri, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Dari Cipulir, massa merencanakan untuk merazia kafe lainnya di Ciledug, Tangerang. Namun, belum sampai ke lokasi-lokasi tersebut, polisi yang mendapatkan informasi adanya aksi sweeping di Kafe De Most, Pesanggrahan oleh ormas Majelis Pembela Rasulullah, polisi pun langsung melakukan pengamanan.
Aksi mereka mendapat hadangan dari petugas gabungan Polresta Tangerang, Polsek Pondok Aren, Koramil 19 pondok Aren, dan Satpol PP Pondok Aren.
Polisi kemudian menangkap Bahar dan 62 orang pengikutnya, serta menyita 10 golok, 17 celurit, 4 katana, 4 stik golf, 12 stik besi, 13 kayu, 1 bendera Majelis Pembela Rasulullah.
Dari 62 orang yang ditangkap, 41 di antaranya merupakan anak yang masih di bawah umur. Bahkan, ada anak berusia 13 tahun yang ikut serta dalam aksi sweeping tersebut.
Polisi kemudian menetapkan 23 orang termasuk Bahar sebagai tersangka karena terbukti melakukan pengrusakan dengan senjata tajam, dua di antaranya adalah anak di bawah umur yang kedapatan membawa golok dan celurit.
Atas hal tersebut, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sangat menyayangkan keterlibatan anak kecil dalam aksi tersebut. KPAI juga meminta petugas memberikan penangguhan penahanan terhadap kedua anak itu.
Polisi kemudian menjerat Bahar dan pengikutnya dengan Pasal 170 KUHP tentang pengrusakan dengan ancaman hukuman lima tahun. Selain itu, mereka juga dijerat Pasal 2 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman 12 tahun.
Sementara itu, kedua anak di bawah umur yang menjadi tersangka dapat dihukum dengan ancaman enam tahun penjara di bawah Undang-Undang Darurat 1951 karena membawa senjata tajam, dan dua setengah tahun karena menghancurkan properti pribadi.
Setelah ditahan dan dilakukan interogasi singkat, Bahar mengaku bersalah dan menyesal karena tidak melapor kepada pihak kepolisian terkait pelanggaran yang dilakukan Kafe De Most karena menjual minuman beralkohol.
Selain terlibat dalam aksi sweeping tahun 2012, pada tahun 2010, Bahar juga pernah terlibat dalam aksi penyerangan terhadap jemaat Ahmadiyah di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Selain itu, pada tahun yang sama, Bahar juga pernah terlibat dalam Kerusuhan Koja terkait sengketa makam Mbah Priok di Jakarta Utara.
Penganiayaan Anak
Pada 5 Desember 2018, Bahar dilaporkan ke polisi atas perbuatan penganiayaan terhadap dua remaja.
Kejadian berawal saat kedua korban dijemput paksa oleh orang-orang atas suruhan Bahar bin Smith dari rumah masing-masing pada hari Sabtu, 1 Desember 2018, dengan dua unit mobil.
Penjemputan tersebut dilakukan dengan alasan kedua korban berpura-pura dan mengaku sebagai Bahar bin Smith pada sebuah acara di Bali, 29 November 2018. Kemudian, kedua korban dibawa ke Pondok Pesantren Tajul Alawiyib di Kampung Kemang, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Di tempat tersebut, kedua korban dipukuli secara brutal dan bergantian dilakukan oleh dan atas perintah Bahar bin Smith.
Peristiwa penganiayaan itu direkam dengan menggunakan telepon seluler, kemudian diunggah ke Youtube. Rekaman ini kemudian dijadikan salah satu barang bukti oleh polisi. Saat direkam, korban dalam kondisi babak belur dengan luka memar dan terlihat banyak darah di wajahnya.
Atas tindak penganiayaan tersebut, Bahar disangkakan dengan Pasal 170 KUHP dan atau Pasal 351 KUHP dan atau Pasal 333 KUHP dan atau Pasal 80 UU 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002.
Bahar hendak kabur melarikan diri dan mengganti nama menjadi "Rizal" sesuai dengan perintah seseorang yang disebut Polri sebagai "pimpinan tertinggi".
Pada tanggal 18 Desember, Bahar ditahan oleh Kepolisian Daerah Jawa Barat setelah menjalani pemeriksaan. Bahar mengaku sedang melatih bela diri kepada kedua korban.