3 Tipe Orang dalam
Memahami Penjelasan Medis - “Dokter bilang apa?” biasanya kita akan menanyakan hal ini
kepada kawan atau kerabat yang baru memeriksakan dirinya ke dokter.
“Tidak apa-apa,” alhamdulillah
banget kalau jawabannya begini. Namun demikian, sering kali perlu
ditelusuri lagi, apakah memang dokternya betul-betul bilang TIDAK APA-APA?
Mengapa saya mengatakan
hal demikian? Karena setelah mengamati sekian banyak orang yang telah
berkonsultasi dengan dokter – sepulangnya dari klinik
atau rumah sakit, ada yang tidak bisa menjelaskan kembali apa yang dokter
katakan padanya.
Suami saya pernah
mengalami ketika menjenguk seorang kerabatnya, dokter justru menariknya dan
memberikan penjelasan yang sedetail-detailnya tentang penyakit si pasien, bukan
malah menjelaskan kepada pasangan si pasien.
Kata dokternya, dia
melihat suami saya sebagai orang yang paling bisa memahami apa yang akan dipaparkannya
ketimbang orang-orang yang ada di situ. Dari pemaparan dokter, suami saya
mendapatkan informasi mengenai betapa parahnya penyakit yang diderita si pasien
dan diharapkan beliau bisa menyampaikan kepada keluarga dekat pasien.
Ada satu kejadian lagi, hasil
rontgen salah seorang kerabat menunjukkan gambar paru-paru yang tidak
bersih namun ketika ditanyakan kepada kerabat: dokter bilang apo? Dijawabnya:
TIDAK APA-APA. Kami tak percaya, masa iya paru-paru kabur pertanda tidak
apa-apa atau tidak ada apa-apa sama sekali?
Jadi, saya berkesimpulan,
ada beberapa tipe orang dalam menanggapi penjelasan dokter padanya:
1. Paham.
Orang ini memang paham apa
yang dijelaskan dokter karena memahami proses metabolisme tubuhnya, fungsi organ-organ
tubuhnya, dan memahami penjelasan medis dengan sangat baik. Clear, tidak
ada keraguan padanya karena literasi kesehatannya sangat baik.
2. Menanggapi
sesuai keinginannya.
Orang ini tipikal denial.
Bisa jadi sebenarnya dia sudah agak paham dengan yang dikatakan dokter, bahwa
ada sesuatu yang tidak baik terjadi pada dirinya tetapi maunya dia, dirinya baik-baik
saja. Jika dokter sempat mengatakan “tidak apa-apa”, masih perlu digali apakah
benar tidak apa-apa itu sepenuhnya tidak ada masalah atau sebenarnya sebagai
ucapan menenangkan saja?
Maksudnya menenangkan di
sini adalah ucapan yang memberikan penjelasan berikutnya bahwa permasalahan
kesehatan yang terjadi masih bisa diatasi dengan sejumlah hal yang harus dipatuhi
pasien.
Bagi orang denial, ucapan
“tidak apa-apa” ini berarti signifikan. Dia bisa memutuskan sama sekali tidak
perlu menjalani treatment apapun karena “tidak apa-apa” padahal
sebenarnya tidak demikian halnya.
3. Pemahaman
tidak sampai.
Bagi sejumlah orang,
sesederhana apapun penjelasan dokter tetap saja njelimet alias rumit
diterima otaknya maka dia menyederhanakan dengan anggapannya saja. Ya gimana
kalau literasi kesehatan seseorang itu rendah. Penjelasan dari A sampai Z,
bisa hanya diambil A – M atau bahkan A – D saja. Sesederhana itu.
Kalau dipikir-pikir,
kesehatan dalam kacamata medis itu mutlak kan ya. Apa yang disampaikan
dokter ataupun tenaga medis itu, sudah begitu adanya. Pemahamannya harusnya sama-sama
valid. Kalau A ya A, bukan bahwa mungkin A mungkin B tetapi bisa lho, pasien
memiliki pemahaman yang berbeda dengan dokternya.
Ini tidak bicara tentang
konsultasi yang masih meragukan ya, misalnya yang membutuhkan second or
third opinion. Ini kita lagi bicara tentang sesuatu yang pasti, semisal
hasil foto rontgen yang saya ceritakan di atas.
Maka jangan buru-buru
percaya jika pertanyaan DOKTER BILANG APA hanya dijawab dengan singkat
semisal TIDAK APA-APA, perlu dicari tahu orang ini tipikal yang bagaimana
dalam menanggapi dan memahami sebuah informasi kesehatan. Jangan pula buru-buru menyalahkan dokter jika terjadi sesuatu karena bisa saja ada masalah komunikasi, bukannya kesalahan dokter. Tentunya tidak semua
orang kita perlu pusingi dong ya. Ini berlaku untuk orang-orang yang
penting dalam kehidupan kita. Siapa tahu masih bisa memperbaiki sesuatu kan.
Makassar,
25 Maret 2023