Mungkin Tol Langitnya Demikian

Mungkin Tol Langitnya Demikian – Saya menyenangi obrolan dengan seorang kawan yang jarak usianya cukup
jauh. Saya memahami beberapa hal seperti apa yang dia tuturkan. Kami dalam
persepsi yang sama, kurang lebih begitu. Ketika dia mengatakan dia akrab dengan
seorang tokoh karena melihat sisi manusiawinya, lengkap sepaket kelebihan
beserta kekurangan,
saya pun demikian. Saya menghargai relasi yang mana saya sudah melihat dua sisi
seseorang, selama sisi jeleknya tak membuat orang lain mudharat.



Maka ketika dia
menceritakan mengenai sejumlah aktivitas kesehariannya saat ini, mulai dari
bisnis dan aktivitas sosial-politiknya, saya pun memahaminya. Dia mengatakan
tak seperti dulu lagi, dia tak mengakrabi komputer sebagaimana dulu komputer
menjadi bagian dari pekerjaannya sehari-hari.



Tol Langit

Dia menceritakan beberapa aktivitas
keseharian yang dinikmatinya dan dengan mudah saya memahaminya sebagai jalan
kehidupannya – mungkin “tol langitnya” demikian. Semua aktivitas keseharian
sebagai seorang ayah dijalaninya dengan senang hati, tanpa beban – terbukti pula
dari volume tubuhnya yang mengembang. Keceriannya dalam bercerita membuat saya
menyimpulkan semua aktivitasnya seperti passion
saja baginya.



Maka ketika dia
menceritakan seseorang mengatakan “Masa kamu begini-begini saja” saya agak
mengernyitkan kening. Tanggapan seperti itu buat saya seperti tanggapan seseorang
terhadap orang lain dari sepatunya sendiri karena beda standard kesuksesannya.
Hanya karena sekarang seseorang itu dengan mudahnya wara-wiri ke luar negeri,
bukan berarti standard kesuksesan setiap orang pun demikian.



Kami ngobrol cukup
lama pagi itu di lobi hotel tempat saya menginap. Teman yang saya anggap adik
ini bela-belain mengunjungi saya menjelang saya balik ke Makassar
September lalu. “Selfie, yuk,” ajak saya. “Ndak usah mi di
share di grup, Kak,” ujarnya. “Nanti saya kasih lihat Kak Chullink saja palek,
ujar saya lagi. Saya mengatakan akan memperlihatkan foto kami pada suami saya
yang juga mengenalnya dengan baik.



Sewaktu masih tinggal di
Makassar dulu, beberapa kali dia main ke rumah kami dan berbincang lama dengan
kami. Sekian tahun tak bertemu, rupanya obrolan panjang kami masih bisa sefrekuensi.
Senang dikunjungi olehnya padahal sudah saya sampaikan tidak usah memaksakan
diri, dia tetap mengupayakan mengunjungi saya.



Beberapa waktu yang lalu,
seorang kawan baik menawarkan kerja sama yang menarik. Saya ditawarkan untuk
mengikuti pelatihan yang nantinya bisa menjadi bekal untuk menjadi konsultan
dalam bidang pendidikan. Saya yang memang menyenangi bidang pendidikan
dan pengembangan diri merasa tertarik.



Tapi …



Setelah menimbang
konsekuensinya, saya tahu kesibukan seperti apa yang akan saya jalani jika
mengambil tawarannya. Saya katakan padanya, saya minta waktu untuk menjawab
tawaran itu karena saya butuh melakukan shalat istikharah dulu. Saya
butuh bertanya pada Allah, apakah baik untuk saya mengambil tawaran itu atau
tidak.



“… boleh jadi kamu tidak
menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai
sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah 216).



Tak dinyana jawaban 40
hari shalat istikharah tanpa putus yang saya lakukan adalah TIDAK. Allah
tentu Maha Tahu apa yang terbaik bagi saya. Saat ini saya masih tetap dengan
aktivitas menulis dan blogging yang saya lakukan sepenuh hati. Aktivitas
yang tidak banyak orang  tahu telah
mendatangkan banyak rezeki untuk saya. Bukan hanya dalam bentuk materi, rezeki
dalam bentuk nonmateri juga.



Aktivitas menulis dan blogging
sekaligus juga menjadi tol langit saya. Jalan saya berefleksi, bersedekah,
dan berbagi bermacam hal. Jalan yang saya ikhtiarkan untuk memperoleh amal jariyah.
Terkadang jalan itu bentuknya tidak melulu dalam bentuk menulis, bisa dalam
bentuk berbagi pengalaman dengan yang membutuhkan dan sebagainya.



So, bisa jadi jika seseorang
tak seperti standard kesuksesan dalam pikiranmu, dia sedang dalam standardnya
sendiri bahkan mungkin dalam “tol langitnya”. Di mana aktivitasnya membuatnya merasa
dekat dengan Tuhannya dan membuatnya merasakan dan membagikan banyak manfaat. Atau,
di situlah dia menemukan makna kehidupan dan dirinya.



Makassar,
1 November 2022

Please Select Embedded Mode For Blogger Comments

Previous Post Next Post