MENULIS ARTIKEL OPINI DENGAN MEMPERHATIKAN FAKTA DAN KEBAHASAAN

 


Menulis Artikel Opini dengan
Memperhatikan Fakta dan Kebahasaan



Langkah-Langkah Menyusun artikel
opini sebagai berikut.



a. Menentukan tema yang ingin
dibahas. Tema haruslah aktual, yaitu tema yang sedang banyak dibicarakan orang
atau tema yang menjadi fokus perhatian masyarakat.



b. Menentukan gagasan atau ide atau
opini. Ide haruslah orisinal dan baru pada artikel yang ditulis baik artikel
ekonomi, politik, budaya, sejarah, dan sebagainya.



c. Menentukan angle dan membuat
judul yang semenarik mungkin.



d. Mencari dan menggunakan
referensi atau rujukan, misalnya buku-buku berkualitas, jurnal ilmiah, hasil
riset, dan lain sebaginya.



e. Memulai menulis: Pertama
tulislah bagian pendahuluan. Pada pendahuluan dalam penulisan artikel ini
biasanya berupa ringkasan yang mengemukakan isi bagian secara garis besar.
Dalam pendahuluan dilukiskan fakta, kejadian atau hal yang ingin membuat
pembaca ingin tahu. Selanjutnya  bahas
permasalahan kemudian buatlah simpulan.



f. Memeriksa kembali artikel yang
sudah jadi. Periksa apakah kira-kira pembaca mengerti ide yang dituangkan,
adakah kata-kata yang tidak pantas dikatakan, dan lain-lain.



 Contoh



MENUMBUHKAN KEMAMPUAN
LITERASI BACA-TULIS:



ANTARA UPAYA DAN TANTANGAN



(oleh :
Nana Sutisna, M.Pd.)



 



A.     Pengantar



Mengapa kemampuan
literasi baca-tulis perlu ditumbuhkan terutama di kalangan peserta didik?
Seberapa pentingkah kemampun literasi baca-tulis  bagi peserta didik? Pertanyaan lebih jauh,
seberapa berpengaruhkah kemampuan literasi 
baca-tulis terhadap masa depan suatu bangsa? Untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan  yang saling
terkait terebut, mari kita simak uraian berikut ini. Baca-tulis merupakan
keterampilan berbahasa yang perlu dikuasai peserta didik  dalam kehidupan sehari-hari. Menyusun
laporan, merangkum bacaan, menyusun hasil praktikum, menjawab soal, hingga
menyusun karya tulis adalah sebagian kegiatan peserta didik yang melibatkan
kemampuan literasi baca-tulis.



Kemampuan
literasi baca-tulis peserta didik akan mencerminkan wawasan pengetahuan yang
dimilikinya.  Peserta didik yang literat
berpotensi memiliki wawasan pengetahuan yang luas untuk  memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari. Peserta didik tersebut relatif lebih mudah menjalani kehidupan,
khususnya dalam bidang akademik. Sebaliknya, siswa yang aliterat akan
kesulitan  dalam menjalani kehidupan
terutama dalam bidang akademik. Dengan demikian, kemampuan literasi baca-tulis
perlu ditumbuhkan di kalangan peserta didik.



Lantas
bagaimana pengaruh kemampuan literasi baca-tulis terhadap masa depan bengsa?  Pada abad ke-21 ini, kemampuan berliterasi
peserta didik berkaitan erat dengan tuntutan keterampilan baca-tulis yang
berujung pada kemampuan memahami dan menuangkan informasi secara analitis,
kritis, dan reflektif. Tak dapat dipungkiri, kemampuan literasi baca-tulis
berperanan penting dalam memenangkan persaingan di dunia internasional.



 



B.       
Tantangan Penumbuhan Budaya Literasi



Patut
disayangkan, kemampuan literasi baca-tulis terutama dalam memahami bacaan,
menunjukkan kompetensi peserta didik Indonesia tergolong rendah dibandingkan
dengan negara lain. Hal ini terbukti dari hasil uji internasional literasi
membaca yang mengukur aspek memahami, menggunakan, dan merefleksikan hasil
membaca dalam bentuk tulisan. Pengujian ini dilakunkan  PIRLS
(Progress in International Reading
Literacy Study
)  tahun 2011.
Berdasarkan data tersebut,  Indonesia
menduduki peringkat ke - 45 dari 48 negara peserta dengan skor 428 dari skor
rata-rata 500. Sementara itu, uji literasi membaca dalam PISA (Programme for
International Student Assessment)
tahun 2009  menunjukkan peserta didik Indonesia berada
pada peringkat ke-57 dengan skor 396 dari skor rata-rata 493. Pada PISA 2012 menunjukkan peserta didik
Indonesia berada pada peringkat ke - 64 dengan skor 396 dari skor rata-rata
496. Sebanyak 65 negara berpartisipasi dalam PISA 2009 dan 2012.  (Dirjen Dikdasmen, 2016 : i)



Data di atas cukup mencemaskan kita semua. Bagaimana
tidak? Alih-alih bangsa Indonesia sedang giat mempersiapkan  generasi emas 2045, dihadapkan pada kenyataan
bahwa peserta didik yang digadang-gadangkan
sebagai bonus demografi kemampuan literasinya rendah.
Bonus demografi yang dimaksud adalah
jumlah penduduk usia muda (usia rata-rata sekolah) lebih bayak dibandingkan
dengan penduduk usia tua. Kondisi ini akan berlangsung antara tahun 2012 hingga
2035. Berdasarkan data  Badan Pusat
Statistik (BPS) tahun 2011 diketahui bahwa jumlah anak usia 0 - 9 tahun
mencapai 45,93 juta, dan anak usia 10 - 19 tahun berjumlah 43,55 juta jiwa.
Mereka inilah kader generasi emas 2045. 
Pada tahun 2045 mereka yang berusia 0 - 9 tahun akan berusia 35 - 45
tahun dan yang berusia 10 - 19 tahun akan berusia 45 - 54 tahun. Apabila
potensi tersebut tidak dikelola dengan benar, tidak menutup kemungkinan genersi emas akan menjadi generasi lemas.



Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan
literasi baca-tulis di kalangan peserta didik. Hal ini berkaitan dengan kultur
lisan lebih dominan daripada baca-tulis 
dalam lingkungan peserta didik. Peserta didik lebih tertarik mencari
informasi dari menyimak tontonan daripada membaca tulisan. Di lingkungan
sekolah, rendahnya kemampuan literasi baca-tulis peserta didik karena
ketidaktahuan akan manfaat yang diperoleh dari kegiatan baca-tulis. Efektifitas
praktik pelajaran baca-tulis di kelas yang masih kurang dan terbatasnya
kuantitas dan kualitas buku rujukan menyebabkan 
pempelajaran tersebut kurang berhasil. Selain itu, apresiasi  sekolah terhadap sarana penyaluran bakat  baca-tulis semisal majalah dinding, buletin,
majalah sekolah, koran, buku sastra, dan blog atau situs sekolah masih
tersendat.



 



C. Upaya Menumbuhkan Kemampuan Literasi
Baca-Tulis
.



Untuk mengatasi rendahnya kemampuan literasi baca-tulis
di kalangan peserta didik, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan
Gerakan Literasi Sekolah (GLS). GLS adalah upaya menyeluruh yang melibatkan
guru, peserta didik, orang tua, dan masyarakat. GLS memperkuat gerakan
penumbuhan budi pekerti sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Salah satu kegiatan di dalam
gerakan tersebut adalah “kegiatan 15
menit membaca buku nonpelajaran sebelum waktu belajar dimulai”
. Kegiatan
ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan
keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Materi
baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan
global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik.



Setahun lebih GLS diluncurkan. Gaung GLS merasuk ke semua
tingkatan pendidikan, terutama pendidikan dasar dan menengah, termasuk ke SMAN
2 Sumedang, tempat penulis mengabdi. 
Dalam kurun waktu tersebut ketika upaya
digulirkan serta-merta tantangan
selalu hadir mengikutinya. Adapun upaya-upaya yang dilakukan  di SMAN 2 Sumedang untuk meningkatkan
kemampuan literasi baca-tulis berpedoman pada 
buku panduan GLS berkut ini.



1. Tahap pembiasaan



Kegiatan pertama yang dilakukan di SMAN 2 Sumedang adalah
pembiasaan membaca selama 15 menit setiap hari. Kegiatan yang dilakukan para
guru adalah   membacakan kutipan buku
dengan nyaring dan mendiskusikannya. Ada pula guru yang menyuruh   peserta didik membaca mandiri. Tujuan
kegiatan ini adalah memotivasi peserta didik untuk mau dan terbiasa serta
menunjukan  bahwa membaca sesuatu
kegiatan yang menyenangkan. Disamping itu, tujuan kegiatan tersebut adalah untuk
memperkaya kosakata, menjadi sarana berkomunikasi antara peserta didik dan
guru, dan mengajarkan strategi membaca.



Kegiatan tahap pembiasaan selanjutnya adalah membaca buku
dengan memanfaatkan peran perpustakaan. 
Dalam praktiknya, perpustakaan sekolah menyelenggarakan kegiatan
penunjang keterampilan literasi informasi bagi para peserta didik. Keterampilan
ini kemudian diterapkan peserta didik saat mereka mengerjakan tugas-tugas yang
diberikan oleh guru bidang mata pelajaran yang diajarkan melalui tugas
meringkas atau membuat sinopsis buku. Tujuan kegiatan ini adalah
memperkenalkan  proses membaca,
mengembangkan kemampuan membaca secara efektif dan meningkatkan kemampuan
pemahaman bahan bacaan yang efektif.



Membaca terpandu dan membaca mandiri  adalah kegiatan berikutnya. Guru memandu
peserta didik membaca dalam kelompok yang lebih kecil. Tujuan kegiatan ini
adalah untuk aktif meningkatkan pemahaman, menganalisis bacaan, membuat
tanggapan terhadap bacaan dan membuat peserta didik mampu membaca mandiri.



2. Tahap
Pengembangan



Tahap pengembangan adalah berbagai kegiatan tindak lanjut
yang  dilakukan guru setelah kegiatan 15
menit membaca. Dalam tahap pengembangan ini, kegiatan tindak lanjut dilakukan
secara berkala (misalnya 1 - 2 minggu). Adapun kegiatan tindak lanjut seperti berikut:
menulis komentar singkat terhadap buku, bedah buku, reading award, dan mengembangkan iklim literasi sekolah.. 



 



c. Tahap Pembelajaran



Dalam tahap pembelajaran ini berbagai jenis kegiatan
pernah  dilakukan  di SMAN 2 Sumedang termasuk lima belas menit
membaca setiap hari sebelum jam pelajaran. Kegiatan literasi lain dalam
pembelajaran adalah dengan sistem pemberian tagihan akademik kepada peserta
didik. Dalam hal ini, guru pun dituntut melaksanakan berbagai strategi untuk
memahami teks dalam semua mata pelajaran. Menggunakan lingkungan fisik,
sosial,  afektif, dan akademik disertai
beragam bacaan (cetak, visual, auditori, digital) yang kaya literasi di luar
buku teks pelajaran sangat dtekankan kepada guru-guru untuk memperkaya
pengetahuan dalam mata pelajaran. Di samping itu, peserta didik dituntut
menulis biografinya dalam satu kelas sebagai proyek kelas.



 



D. Tantangan Menumbuhkan Kemampuan
Literasi Baca-Tulis
.



Pada tahap pembiasaan, 
kegiatan membaca selama 15 menit setiap hari ini merupakan tantangan
yang cukup berat bagi SMAN 2 Sumedang. 
Meluangkan waktu lima belas menit dalam pembelajaran tampaknya kelihatan
ringan.  Selama lima belas menit guru
hanya dituntut membacakan kutipan buku dengan nyaring dan mendiskusikannya
atau  peserta didik membaca mandiri. Pada
kenyataanya, masih ada anggapan beberapa guru di SMAN 2 Sumedang yang tidak mau
jam mengajarnya terpotong. Mereka beralasan selain itu terpotong kegiatan
tersebut,  jam mengajar mereka terpotong
pula oleh waktu berdoa, menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya, mengabsen
peserta didik, dan lain-lain. Meskipun demikian, ada beberapa guru yang sudah
melaksanakan kegiatan tersebut, namun masalah konsistensi dan
kesinambungannya  tak bisa dijaga.



Membaca buku dengan memanfaatkan peran perpustakaan, membaca terpandu, dan membaca mandiri
adalah kegiatan  berikutnya dalam tahap
pembiasaan. Tantangan dalam kegiatan ini adalah kuantitas dan kualitas buku di
perpustakaan sangat terbatas. Buku-buku penunjang, seperti buku sastra selalu
tidak signifikan dengan jumlah siswa.



Setelah tantangan pada tahap pembiasaan, muncul pula
tantangan pada kegiatan tahap pengembangan. Tak dapat dipungkiri, tantangan ini
muncul karena  kegiatan ini adalah  tindak lanjut yang dilakukan guru setelah
kegiatan 15 menit membaca. Dalam tahap pengembangan ini, kegiatan tindak lanjut
dilakukan secara berkala (misalnya 1 - 2 minggu). Menulis komentar singkat
terhadap buku yang dibaca di jurnal membaca harian adalah kegiatan tahap
pengembangan yang selalu dihadapkan pada sebuah tantangan.  Walaupun jurnal membaca harian dapat dibuat
secara sederhan, singkat, namun konsistensi selalu terkendala. Padahal peserta
didik hanya mengisi sendiri jurnal hariannya dengan menyebutkan judul buku, dan
pengarang.



Bedah buku secara sederhana dapat diartikan sebuah
kegiatan mengungkapkan kembali isi suatu buku secara ringkas dengan memberikan
saran terkait dengan kekurangan dan kelebihan buku tersebut. Tantangan yang
dihadapi dalam kegiatan tahap ini adalah terbatasnya buku-buku baru yang
berkualitas sebagai bahan resensi.  Di
samping itu, faktor kejenuhan selalu menghantui peserta didik.



Reading award dan
mengembangkan iklim literasi sekolah juga merupakan tindak lanjut kegiatan 15
menit membaca. Apabila dalam tahap pembiasaan sekolah mengutamakan pembenahan
lingkungan fisik, dalam tahap pengembangan ini sekolah dapat mengembangkan
lingkungan sosial dan afektif. Tantangan terberat dari kegiatan-kegiatan ini
adalah belum populernya penghargaan prestasi literasi di kalangan warga
sekolah. Prosedur penentuan penerima reading
award
belum sepenuhnya dipahami oleh pihak-pihak yang terkait.



Bagaimana dengan tantangan membangun iklim literasi
sekolah? Ini merupakan tantangan yang tersulit. Menyadarkan seluruh warga
untuk  melek litersi bukan perkara mudah.
Perlu kerja sama yang serius antara kepala sekolah, guru, tata usaha, siswa,
orang tua, dan masyarakat untuk mewujudkan gerakan mulia ini.



Terakhir, yang harus dihadapi dalam menumbuhkan kemampuan
litarasi baca-tulis di kalangan peserta didik adalah tantangan dalam tahap
pembelajaran. Tagihan akademik dan non akademik dari kegiatan ”lima belas menit
membaca setiap hari sebelum jam pelajaran” memerlukan kesiapan dan ketelatenan
semua warga sekolah. Selanjutnya, tantangan pada kegiatan tahap pembelajaran
dalam melaksanakan berbagai strategi untuk memahami teks dalam semua mata
pelajaran selalu dikesampingkan. Akibatnya, kegiatan ini membosankan peserta
didik. Belum lagi penggunakan lingkungan fisik, sosial, afektif, dan akademik
yang disertai beragam bacaan (cetak, visual, auditori, digital) yang kaya
literasi di luar buku teks pelajaran belum maksimal.



 



E. Solusi



Kemampuan baca-tulis 
sebagai kemampuan literasi perlu ditekankan pada peseta didik mulai
sejak dini. Lebih lanjut tingkatan minat baca-tulis peserta didik sangat
menentukan kualitas dalam berwawasannya. Dalam proses pendidikan, keberhasilan
mereka sangat ditentukan oleh kemampuan membaca dan menulis.



Keberhasilan dari 
program literasi baca-tulis yang dilaksanakan di sekolah bergantung
kepada berbagai pihak, seperti  kepala
sekolah, guru, siswa, tata usaha, komite, dan orang tua. Sinergitas semua warga
sekolah sangat diperlukan dalam hal ini. ”Membaca lima belas menit sebelum
pelajaran di mulai setiap hari”, perlu difahami oleh semua warga sekolah bahwa
kegiatan ini adalah pondasi bagi kegiatan literasi yang lainnya. Bagi guru yang
merasa jam pelajarannya terpotong, dengan kesepakatan bersama, solusinya dengan
mengeser lebih awal jam masuk sekolah. Biasanya jam 07.00 WIB bel berbunyi
tanda masuk, digeser lebih awal menjadi jam 06.45 WIB. Jika kegiatan lima belas
menit ini berjalan dengan lancar, tertib, dan berkesinambungan makan tahapan
lain dari kegiatan literasi akan lancar pula.



Keberadaan 
perpustaakaan yang representatif amat dibutuhkan dalam upaya penumbuhan
kemampuan literasi baca-tulis. Kuantitas dan kualitas buku rujukan di
perpustakaan menjadi sentral dalam kegiatan ini. Pembangunan lingkungan fisik,
sosial, afektif, dan akademik yang disertai beragam bacaan (cetak, visual, auditori, digital) yang kaya
literasi di luar buku teks pelajaran perlu mendapat perhatian setiap sekolah.



 



F. Kesimpulan dan Harapan



”Lima belas
menit begitu menenukan!”
Ya, itulah ungkapan yang tepat untuk
menggambarkan betapa pentinggya kegiatan ini dalam meningkatkan kemampuan
literasi baca-tulis di kalangan peserta didik. Mengapa demikan?  Lihat Permendikbud No. 23 tahun 2015 tentang
Penumbuhan Budi Pekerti kalimat “kegiatan
15 menit membaca buku nonpelajaran sebelum waktu belajar dimulai”
tertuang
secara eksplisit. Ini menunjukan bahwa jiwa dari gerakan litersi sekolah adalah
pembiasaan membaca 15 menit sebelum pembelajaran dimulai setiap hari. Adapun
kegiatan tahap pengembangan dan pembelajaran adalah tindak lanjut dari kegiatan
ini.



Tampaknya  kegiatan
membaca 15 menit ini banyak yang menganggap sepele.
Padahal tidak demikian. Kegiatan membaca 15 menit ini dapat menentukan masa
depan bangsa. Mudah-mudahan program ini dapat dilaksanakan dengan penuh
tanggung jawab dan berkesimambungan. Pada akhirnya, harapan hasil uji
internasional PISA dan PIRLS peserta
didik kita bisa sejajar dengan negara maju. Rasa pesimistis  dalam menyongsong era genersi emas 2045
dengan berbekal bonus demografi yang literat akan berubah menjadi optimistis.
Bonus demografi tidak akan menjadi beban pembangunan melainkan  menjadi modal pembangunan di masa depan.



Marilah kita berupaya meningkatkan kemampuan literasi
baca-tulis peserta didik. Meskipun di sana-sini tantangan selalu menghadang.
Luangkanlah minimal 15 menit untuk memberi kesempatan  kita dan peserta didik untuk membaca.
Jadikanlah kegiatan ini menjadi ladang ibadah bagi kita  dalam menuntut ilmu. Filsuf Muslim, Imam
Ghozali, pernah berkata, ”
Menuntut
ilmu adalah taqwa. Menyampaikan ilmu adalah ibadah. Mengulang-ulang ilmu adalah
zikir. Mencari ilmu adalah jihad.
Semoga dan semoga!



 



 



                                                                                    Sumedang, 10 November 2016



 



Please Select Embedded Mode For Blogger Comments

Previous Post Next Post