Menganalisis Struktur Artikel
A. Struktur Artikel
1. Pengenalan isu, yakni permasalahan,
fenomena, peristiwa aktual. Isu dalam artikel ditentukan berdasarkan minat
penulisnya. Artikel ilmiah biasanya diawali dengan pernyataan umum berupa
pengenalan masalah atau gagasan pokok (tesis) yang dianggap penting oleh
penulis dan menarik untuk dibahas atau dicari cara penyelesaiannya.
2. Rangkaian argumentasi berupa pendapat
atau opini penulis terkait dengan isi ataupun topik yang dibahas. Bagian ini
dilengkapi oleh sejumlah teori, pendukung, dan fakta baik yang diperoleh
melalui pengamatan, wawancara, atau sumber-sumber lain. (artikel opini atau
artikel ilmiah populer untuk teori tidak terlalu ditekankan).
3. Penegasan kembali atas pembahasan
sebelumnya. Bagian ini dapat disertai dengan solusi, harapan, ataupun
saran-saran.
B. Analisis Struktur Artikel
MENUMBUHKAN KEMAMPUAN LITERAS BACA-TULIS:
ANTARA UPAYA DAN TANTANGAN
(oleh : Nana Sutisna, M.Pd.)
A. Pengantar
Mengapa kemampuan literasi baca-tulis perlu ditumbuhkan terutama di
kalangan peserta didik? Seberapa pentingkah kemampun literasi baca-tulis bagi peserta didik? Pertanyaan lebih jauh,
seberapa berpengaruhkah kemampuan literasi
baca-tulis terhadap masa depan suatu bangsa? Untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang saling
terkait terebut, mari kita simak uraian berikut ini. Baca-tulis merupakan
keterampilan berbahasa yang perlu dikuasai peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Menyusun
laporan, merangkum bacaan, menyusun hasil praktikum, menjawab soal, hingga
menyusun karya tulis adalah sebagian kegiatan peserta didik yang melibatkan
kemampuan literasi baca-tulis.
Kemampuan literasi baca-tulis peserta didik akan mencerminkan wawasan
pengetahuan yang dimilikinya. Peserta
didik yang literat berpotensi memiliki wawasan pengetahuan yang luas untuk memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari. Peserta didik tersebut relatif lebih mudah menjalani kehidupan,
khususnya dalam bidang akademik. Sebaliknya, siswa yang aliterat akan
kesulitan dalam menjalani kehidupan
terutama dalam bidang akademik. Dengan demikian, kemampuan literasi baca-tulis
perlu ditumbuhkan di kalangan peserta didik.
Lantas bagaimana pengaruh kemampuan literasi baca-tulis terhadap masa
depan bengsa? Pada abad ke-21 ini,
kemampuan berliterasi peserta didik berkaitan erat dengan tuntutan keterampilan
baca-tulis yang berujung pada kemampuan memahami dan menuangkan informasi
secara analitis, kritis, dan reflektif. Tak dapat dipungkiri, kemampuan literasi
baca-tulis berperanan penting dalam memenangkan persaingan di dunia
internasional.
B.
Tantangan
Penumbuhan Budaya Literasi
Patut disayangkan, kemampuan literasi baca-tulis terutama dalam memahami
bacaan, menunjukkan kompetensi peserta didik Indonesia tergolong rendah
dibandingkan dengan negara lain. Hal ini terbukti dari hasil uji internasional
literasi membaca yang mengukur aspek memahami, menggunakan, dan merefleksikan
hasil membaca dalam bentuk tulisan. Pengujian ini dilakunkan PIRLS
(Progress in International Reading
Literacy Study) tahun 2011.
Berdasarkan data tersebut, Indonesia
menduduki peringkat ke - 45 dari 48 negara peserta dengan skor 428 dari skor
rata-rata 500. Sementara itu, uji literasi membaca dalam PISA (Programme for
International Student Assessment) tahun 2009 menunjukkan peserta didik Indonesia berada
pada peringkat ke-57 dengan skor 396 dari skor rata-rata 493. Pada PISA 2012 menunjukkan peserta didik
Indonesia berada pada peringkat ke - 64 dengan skor 396 dari skor rata-rata
496. Sebanyak 65 negara berpartisipasi dalam PISA 2009 dan 2012. (Dirjen Dikdasmen, 2016 : i)
Data di atas cukup mencemaskan
kita semua. Bagaimana tidak? Alih-alih bangsa Indonesia sedang giat
mempersiapkan generasi emas 2045,
dihadapkan pada kenyataan bahwa peserta didik yang digadang-gadangkan sebagai bonus demografi kemampuan literasinya
rendah. Bonus demografi yang dimaksud adalah jumlah penduduk usia muda
(usia rata-rata sekolah) lebih bayak dibandingkan dengan penduduk usia tua.
Kondisi ini akan berlangsung antara tahun 2012 hingga 2035. Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun
2011 diketahui bahwa jumlah anak usia 0 - 9 tahun mencapai 45,93 juta, dan anak
usia 10 - 19 tahun berjumlah 43,55 juta jiwa. Mereka inilah kader generasi emas
2045. Pada tahun 2045 mereka yang
berusia 0 - 9 tahun akan berusia 35 - 45 tahun dan yang berusia 10 - 19 tahun
akan berusia 45 - 54 tahun. Apabila potensi tersebut tidak dikelola dengan
benar, tidak menutup kemungkinan genersi
emas akan menjadi generasi lemas.
Banyak faktor yang menyebabkan
rendahnya kemampuan literasi baca-tulis di kalangan peserta didik. Hal ini
berkaitan dengan kultur lisan lebih dominan daripada baca-tulis dalam lingkungan peserta didik. Peserta didik
lebih tertarik mencari informasi dari menyimak tontonan daripada membaca
tulisan. Di lingkungan sekolah, rendahnya kemampuan literasi baca-tulis peserta
didik karena ketidaktahuan akan manfaat yang diperoleh dari kegiatan
baca-tulis. Efektifitas praktik pelajaran baca-tulis di kelas yang masih kurang
dan terbatasnya kuantitas dan kualitas buku rujukan menyebabkan pempelajaran tersebut kurang berhasil. Selain
itu, apresiasi sekolah terhadap sarana
penyaluran bakat baca-tulis semisal
majalah dinding, buletin, majalah sekolah, koran, buku sastra, dan blog
atau situs sekolah masih tersendat.
C. Upaya Menumbuhkan
Kemampuan Literasi Baca-Tulis.
Untuk mengatasi rendahnya
kemampuan literasi baca-tulis di kalangan peserta didik, Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). GLS adalah upaya
menyeluruh yang melibatkan guru, peserta didik, orang tua, dan masyarakat. GLS
memperkuat gerakan penumbuhan budi pekerti sebagaimana dituangkan dalam
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Salah satu
kegiatan di dalam gerakan tersebut adalah “kegiatan
15 menit membaca buku nonpelajaran sebelum waktu belajar dimulai”. Kegiatan
ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan
keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Materi
baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan
global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik.
Setahun lebih GLS diluncurkan.
Gaung GLS merasuk ke semua tingkatan pendidikan, terutama pendidikan dasar dan
menengah, termasuk ke SMAN 2 Sumedang, tempat penulis mengabdi. Dalam kurun waktu tersebut ketika upaya digulirkan serta-merta tantangan selalu hadir mengikutinya.
Adapun upaya-upaya yang dilakukan di
SMAN 2 Sumedang untuk meningkatkan kemampuan literasi baca-tulis berpedoman
pada buku panduan GLS berkut ini.
1. Tahap pembiasaan
Kegiatan pertama yang
dilakukan di SMAN 2 Sumedang adalah pembiasaan membaca selama 15 menit setiap
hari. Kegiatan yang dilakukan para guru adalah
membacakan kutipan buku dengan nyaring dan mendiskusikannya. Ada pula
guru yang menyuruh peserta didik
membaca mandiri. Tujuan kegiatan ini adalah memotivasi peserta didik untuk mau
dan terbiasa serta menunjukan bahwa
membaca sesuatu kegiatan yang menyenangkan. Disamping itu, tujuan kegiatan
tersebut adalah untuk memperkaya kosakata, menjadi sarana berkomunikasi antara
peserta didik dan guru, dan mengajarkan strategi membaca.
Kegiatan tahap pembiasaan
selanjutnya adalah membaca buku dengan memanfaatkan peran perpustakaan. Dalam praktiknya, perpustakaan sekolah
menyelenggarakan kegiatan penunjang keterampilan literasi informasi bagi para
peserta didik. Keterampilan ini kemudian diterapkan peserta didik saat mereka
mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru bidang mata pelajaran yang
diajarkan melalui tugas meringkas atau membuat sinopsis buku. Tujuan kegiatan
ini adalah memperkenalkan proses
membaca, mengembangkan kemampuan membaca secara efektif dan meningkatkan
kemampuan pemahaman bahan bacaan yang efektif.
Membaca terpandu dan membaca
mandiri adalah kegiatan berikutnya. Guru
memandu peserta didik membaca dalam kelompok yang lebih kecil. Tujuan kegiatan
ini adalah untuk aktif meningkatkan pemahaman, menganalisis bacaan, membuat
tanggapan terhadap bacaan dan membuat peserta didik mampu membaca mandiri.
2. Tahap Pengembangan
Tahap pengembangan adalah
berbagai kegiatan tindak lanjut yang
dilakukan guru setelah kegiatan 15 menit membaca. Dalam tahap
pengembangan ini, kegiatan tindak lanjut dilakukan secara berkala (misalnya 1 -
2 minggu). Adapun kegiatan tindak lanjut seperti berikut: menulis komentar
singkat terhadap buku, bedah buku, reading
award, dan mengembangkan iklim literasi sekolah.
c. Tahap Pembelajaran
Dalam tahap pembelajaran ini
berbagai jenis kegiatan pernah
dilakukan di SMAN 2 Sumedang
termasuk lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran. Kegiatan
literasi lain dalam pembelajaran adalah dengan sistem pemberian tagihan
akademik kepada peserta didik. Dalam hal ini, guru pun dituntut melaksanakan
berbagai strategi untuk memahami teks dalam semua mata pelajaran. Menggunakan
lingkungan fisik, sosial, afektif, dan
akademik disertai beragam bacaan (cetak, visual, auditori, digital) yang kaya
literasi di luar buku teks pelajaran sangat dtekankan kepada guru-guru untuk
memperkaya pengetahuan dalam mata pelajaran. Di samping itu, peserta didik
dituntut menulis biografinya dalam satu kelas sebagai proyek kelas.
D. Tantangan Menumbuhkan
Kemampuan Literasi Baca-Tulis.
Pada tahap pembiasaan, kegiatan membaca selama 15 menit setiap hari
ini merupakan tantangan yang cukup berat bagi SMAN 2 Sumedang. Meluangkan waktu lima belas menit dalam
pembelajaran tampaknya kelihatan ringan.
Selama lima belas menit guru hanya dituntut membacakan kutipan buku
dengan nyaring dan mendiskusikannya atau
peserta didik membaca mandiri. Pada kenyataanya, masih ada anggapan
beberapa guru di SMAN 2 Sumedang yang tidak mau jam mengajarnya terpotong.
Mereka beralasan selain itu terpotong kegiatan tersebut, jam mengajar mereka terpotong pula oleh waktu
berdoa, menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya, mengabsen peserta didik,
dan lain-lain. Meskipun demikian, ada beberapa guru yang sudah melaksanakan
kegiatan tersebut, namun masalah konsistensi dan kesinambungannya tak bisa dijaga.
Membaca buku dengan
memanfaatkan peran perpustakaan, membaca
terpandu, dan membaca mandiri adalah kegiatan
berikutnya dalam tahap pembiasaan. Tantangan dalam kegiatan ini adalah
kuantitas dan kualitas buku di perpustakaan sangat terbatas. Buku-buku
penunjang, seperti buku sastra selalu tidak signifikan dengan jumlah siswa.
Setelah tantangan pada tahap
pembiasaan, muncul pula tantangan pada kegiatan tahap pengembangan. Tak dapat
dipungkiri, tantangan ini muncul karena
kegiatan ini adalah tindak lanjut
yang dilakukan guru setelah kegiatan 15 menit membaca. Dalam tahap pengembangan
ini, kegiatan tindak lanjut dilakukan secara berkala (misalnya 1 - 2 minggu).
Menulis komentar singkat terhadap buku yang dibaca di jurnal membaca harian
adalah kegiatan tahap pengembangan yang selalu dihadapkan pada sebuah tantangan. Walaupun jurnal membaca harian dapat dibuat
secara sederhan, singkat, namun konsistensi selalu terkendala. Padahal peserta
didik hanya mengisi sendiri jurnal hariannya dengan menyebutkan judul buku, dan
pengarang.
Bedah buku secara sederhana
dapat diartikan sebuah kegiatan mengungkapkan kembali isi suatu buku secara
ringkas dengan memberikan saran terkait dengan kekurangan dan kelebihan buku
tersebut. Tantangan yang dihadapi dalam kegiatan tahap ini adalah terbatasnya
buku-buku baru yang berkualitas sebagai bahan resensi. Di samping itu, faktor kejenuhan selalu
menghantui peserta didik.
Reading award dan
mengembangkan iklim literasi sekolah juga merupakan tindak lanjut kegiatan 15
menit membaca. Apabila dalam tahap pembiasaan sekolah mengutamakan pembenahan
lingkungan fisik, dalam tahap pengembangan ini sekolah dapat mengembangkan
lingkungan sosial dan afektif. Tantangan terberat dari kegiatan-kegiatan ini
adalah belum populernya penghargaan prestasi literasi di kalangan warga
sekolah. Prosedur penentuan penerima reading
award belum sepenuhnya dipahami oleh pihak-pihak yang terkait.
Bagaimana dengan tantangan
membangun iklim literasi sekolah? Ini merupakan tantangan yang tersulit.
Menyadarkan seluruh warga untuk melek
litersi bukan perkara mudah. Perlu kerja sama yang serius antara kepala
sekolah, guru, tata usaha, siswa, orang tua, dan masyarakat untuk mewujudkan
gerakan mulia ini.
Terakhir, yang harus dihadapi
dalam menumbuhkan kemampuan litarasi baca-tulis di kalangan peserta didik
adalah tantangan dalam tahap pembelajaran. Tagihan akademik dan non akademik
dari kegiatan ”lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran”
memerlukan kesiapan dan ketelatenan semua warga sekolah. Selanjutnya, tantangan
pada kegiatan tahap pembelajaran dalam melaksanakan berbagai strategi untuk
memahami teks dalam semua mata pelajaran selalu dikesampingkan. Akibatnya,
kegiatan ini membosankan peserta didik. Belum lagi penggunakan lingkungan
fisik, sosial, afektif, dan akademik yang disertai beragam bacaan (cetak,
visual, auditori, digital) yang kaya literasi di luar buku teks pelajaran belum
maksimal.
E. Solusi
Kemampuan baca-tulis sebagai kemampuan literasi perlu ditekankan
pada peseta didik mulai sejak dini. Lebih lanjut tingkatan minat baca-tulis
peserta didik sangat menentukan kualitas dalam berwawasannya. Dalam proses
pendidikan, keberhasilan mereka sangat ditentukan oleh kemampuan membaca dan
menulis.
Keberhasilan dari program literasi baca-tulis yang dilaksanakan
di sekolah bergantung kepada berbagai pihak, seperti kepala sekolah, guru, siswa, tata usaha,
komite, dan orang tua. Sinergitas semua warga sekolah sangat diperlukan dalam
hal ini. ”Membaca lima belas menit sebelum pelajaran di mulai setiap hari”,
perlu difahami oleh semua warga sekolah bahwa kegiatan ini adalah pondasi bagi
kegiatan literasi yang lainnya. Bagi guru yang merasa jam pelajarannya
terpotong, dengan kesepakatan bersama, solusinya dengan mengeser lebih awal jam
masuk sekolah. Biasanya jam 07.00 WIB bel berbunyi tanda masuk, digeser lebih
awal menjadi jam 06.45 WIB. Jika kegiatan lima belas menit ini berjalan dengan
lancar, tertib, dan berkesinambungan makan tahapan lain dari kegiatan literasi
akan lancar pula.
Keberadaan perpustaakaan yang representatif amat
dibutuhkan dalam upaya penumbuhan kemampuan literasi baca-tulis. Kuantitas dan
kualitas buku rujukan di perpustakaan menjadi sentral dalam kegiatan ini.
Pembangunan lingkungan fisik, sosial, afektif, dan akademik yang disertai
beragam bacaan (cetak, visual, auditori,
digital) yang kaya literasi di luar buku teks pelajaran perlu mendapat
perhatian setiap sekolah.
F. Kesimpulan dan Harapan
”Lima belas menit begitu menenukan!” Ya, itulah ungkapan yang tepat untuk
menggambarkan betapa pentinggya kegiatan ini dalam meningkatkan kemampuan
literasi baca-tulis di kalangan peserta didik. Mengapa demikan? Lihat Permendikbud No. 23 tahun 2015 tentang
Penumbuhan Budi Pekerti kalimat “kegiatan
15 menit membaca buku nonpelajaran sebelum waktu belajar dimulai” tertuang
secara eksplisit. Ini menunjukan bahwa jiwa dari gerakan litersi sekolah adalah
pembiasaan membaca 15 menit sebelum pembelajaran dimulai setiap hari. Adapun
kegiatan tahap pengembangan dan pembelajaran adalah tindak lanjut dari kegiatan
ini.
Tampaknya kegiatan membaca 15 menit ini banyak yang
menganggap sepele. Padahal tidak
demikian. Kegiatan membaca 15 menit ini dapat menentukan masa depan bangsa.
Mudah-mudahan program ini dapat dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan
berkesimambungan. Pada akhirnya, harapan hasil uji internasional PISA dan PIRLS peserta didik kita bisa
sejajar dengan negara maju. Rasa pesimistis
dalam menyongsong era genersi emas 2045 dengan berbekal bonus demografi
yang literat akan berubah menjadi optimistis. Bonus demografi tidak akan
menjadi beban pembangunan melainkan
menjadi modal pembangunan di masa depan.
Marilah kita berupaya
meningkatkan kemampuan literasi baca-tulis peserta didik. Meskipun di sana-sini
tantangan selalu menghadang. Luangkanlah minimal 15 menit untuk memberi
kesempatan kita dan peserta didik untuk
membaca. Jadikanlah kegiatan ini menjadi ladang ibadah bagi kita dalam menuntut ilmu. Filsuf Muslim, Imam
Ghozali, pernah berkata, ”Menuntut ilmu adalah taqwa. Menyampaikan ilmu
adalah ibadah. Mengulang-ulang ilmu adalah zikir. Mencari ilmu adalah jihad. Semoga dan semoga!
Sumedang, 10 November 2016
Contoh Analisis Struktur
Artikel
1. Pengenalan isu, yakni
permasalahan, fenomena, peristiwa aktual.
Lantas
bagaimana pengaruh kemampuan literasi baca-tulis terhadap masa depan
bengsa? Pada abad ke-21 ini, kemampuan
berliterasi peserta didik berkaitan erat dengan tuntutan keterampilan
baca-tulis yang berujung pada kemampuan memahami dan menuangkan informasi
secara analitis, kritis, dan reflektif. Tak dapat dipungkiri, kemampuan
literasi baca-tulis berperanan penting dalam memenangkan persaingan di dunia
internasional.
2. Rangkaian argumentasi berupa pendapat atau opini
penulis terkait dengan isi ataupun topik yang dibahas.
Data di atas cukup mencemaskan kita semua.
Bagaimana tidak? Alih-alih bangsa Indonesia sedang giat mempersiapkan generasi emas 2045, dihadapkan pada kenyataan
bahwa peserta didik yang digadang-gadangkan sebagai bonus demografi kemampuan
literasinya rendah. Bonus demografi yang dimaksud
adalah jumlah penduduk usia muda (usia rata-rata sekolah) lebih bayak
dibandingkan dengan penduduk usia tua. Kondisi ini akan berlangsung antara tahun
2012 hingga 2035. Berdasarkan data Badan
Pusat Statistik (BPS) tahun 2011 diketahui bahwa jumlah anak usia 0 - 9 tahun
mencapai 45,93 juta, dan anak usia 10 - 19 tahun berjumlah 43,55 juta jiwa.
Mereka inilah kader generasi emas 2045.
Pada tahun 2045 mereka yang berusia 0 - 9 tahun akan berusia 35 - 45
tahun dan yang berusia 10 - 19 tahun akan berusia 45 - 54 tahun. Apabila
potensi tersebut tidak dikelola dengan benar, tidak menutup kemungkinan genersi
emas akan menjadi generasi lemas.
3. Penegasan kembali atas pembahasan sebelumnya.
Bagian ini dapat disertai dengan solusi, harapan, ataupun saran-saran.
Marilah kita berupaya meningkatkan kemampuan literasi baca-tulis peserta
didik. Meskipun di sana-sini tantangan selalu menghadang. Luangkanlah minimal
15 menit untuk memberi kesempatan kita
dan peserta didik untuk membaca. Jadikanlah kegiatan ini menjadi ladang ibadah
bagi kita dalam menuntut ilmu. Filsuf
Muslim, Imam Ghozali, pernah berkata, ”Menuntut ilmu adalah taqwa.
Menyampaikan ilmu adalah ibadah. Mengulang-ulang ilmu adalah zikir. Mencari
ilmu adalah jihad. Semoga
dan semoga!