Mengenai Virus Hoax

Dalam postingan
IG-nya, 
Presiden RI Joko
Widodo
 mengucapkan
selamat ulang tahun untuk Pers di tahun 2020. Ia berharap agar Pers mampu
memegang peranan optimisme dan membangun bangsa. "Negara membutuhan
kehadiran pers dengan perspektif jernihnya untuk berdiri di depan melawan
kecacauan informasi, penyebaran 
Hoaks, dan ujaran kebencian
yang mengancam kehidupan demokrasi" ujarnya.



Masih hangat dalam
ingatan kita, banyaknya isu negatif yang ditujukan untuk orang nomor satu
RI tersebut. Beliau seringkali diserang gosip melalui situs portal kaleng
kaleng dari kabar bohong yang menuding dirinya sebagai 
kader PKI, hingga antek Asing dan Aseng. Kejadian
ini jelas sangat merugikan nama baik Bapak Joko Widodo sebagai public figure.
Dari sini kita dapat melihat betapa besarnya Hoax mampu berpengaruh besar dalam
merusak tatanan berdemokrasi bangsa Indonesia.



Kebohongan lain ialah
mengenai 
Virus Corona yang menjadi perhatian dunia. Sempat disebutkan
bahwa virus tersebut merupakan senjata kimia yang berasal dari laboratorium
Wuhan yang bocor ke publik. Isu tersebut tentunya tidak baik dicerna
masyarakat. Dikutip dari laman kominfo, Menteri Komunikasi dan Informatika
menyebutkan saat ini setidaknya sudah ada
 86 kabar hoax mengenai virus corona di Indonesia. 









Tentu saja, sang pembuat
isu berharap kabar tersebut dapat diterima dengan baik dan dipercaya 
masyarakat, sehingga menjadi salah satu lahan uang bagi dirinya. Tak tinggal
diam, pemerintah membantah seluruh berita tersebut dengan mempublikasikannya ke 
website kominfo. Lantas darimana penyebarannya terjadi? 

Dari berbagai sumber dan
pengamatan yang penulis himpun, penyebaran hoax ini biasanya terjadi
lewat  
Broadcast
Whatsapp, 
Situs Portal tidak
resmi, dan juga Platform Media Sosial. Dalam proses penyebarannya di Whatsapp,
kerap kali masyarakat meneruskan info yang belum terbukti benar kepada
temannya, hingga dikirimkan kembali oleh orang ketiga dan seterusnya.

Publik yang menerima berita bohong tersebut terkadang menghiraukan validitas
informasi yang mereka dapat. Jika langsung dipercaya dan "ditelan mentah-
mentah", 
pesan berantai tersebut dapat memicu kepanikan dan
ketakutan warga. Begitu pula situs portal penyebar Hoax yang dideteksi makin
marak di Indonesia, mengingat pengguna internet yang makin meningkat setiap
tahunnya.



Situs resmi Kominfo menyebutkan saat ini terdapat 
800 ribu situs di Indonesia yang telah terindikasi menyebarkan
info palsu. Situs tersebut berisi hasutan, ujaran kebencian, dan SARA. Disisi
lain penyebaran isu tersebut berlangsung juga melalui multimedia, panggil
saja 
Youtube. Sebagai kanal media sosial yang saat ini
banyak diminati oleh masyarakat, layanan ini mampu menjadi media audio visual
alternatif selain televisi.



Kontennya pun beragam, mulai dari kuliner, edukasi, berita, hingga humor,
namun 
sayang beribu sayang, lagi lagi penyebar hoax kerapkali
memanfaatkannya untuk penyebarluasan kabar bohong. Lembaga resmi pemerintah
seperti KPI-pun tidak memiliki wewenang untuk mengontrol kontent yang beredar
di Youtube. Lembaga ini sendiri hanya mampu mengawasi media penyiaran seperti
radio dan televisi.



Jutaan orang tidak
menyadari 
bahwa banyak konten
kreator hanya layaknya orang biasa dan mengarang bebas, demi kepentingan
popularitas dan pundi uang. Tidak heran sebagian dari mereka membuat konten
Hoax untuk kepetingan pribadinya. Bahkan untuk tiap postingan, mereka bisa
meraup hingga jutaan rupiah.



Lantas bagaimana cara membendung kabar Hoax? Salah satunya ialah mengecek
keaslian data dari kabar yang sedang beredar, dengan cara membandingkannya ke
data milik media resmi yang telah diakui pemerintah. Saat ini kita dapat
mengakses tayangan yang bertujuan untuk menangkal isu isu, diantaranya
seperti 
Factcheck, dan Cek Fakta.  



Acara tersebut ditujukan untuk mengklarifikasi sebuah kabar bohong yang sedang
viral di masyarakat. Dalam program televisi tersebut, pemirsa dapat melihat
palsu atau tidaknya sebuah kabar. Semuanya dikupas tuntas dan dibahas detil
oleh tayangan positif ini. Di acara Factcheck, masyarakat diajak untuk menilai
sendiri 
validasi kabar yang beredar.



Sudah saatnya di era
digital ini, publik sebagai penerima informasi diharapkan lebih cerdas
mempercayai sebuah kabar yang beredar. 
Kroscek info yang didapat
dengan media yang memiliki 
kredibilitas dari badan Pers sangatlah diperlukan, sehingga data yang diterima
merupakan fakta sesungguhnya.



Please Select Embedded Mode For Blogger Comments

Previous Post Next Post