Pengertian dan Sejarah Saham Syariah












A.   
Pengertian Saham Syariah


Saham syariah merupakan salah satu bentuk dari
saham biasa yang memiliki karakteristik khusus berupa kontrol yang ketat dalam
hal kehalalan ruang lingkup kegiatan usaha. Saham syariah dimasukan dalam
perhitungan Jakarta Islamic Index (JII) merupakan indeks yang dikeluarkan oleh
PT.


Istilah saham dapat diartikan sebagai
sertifikat penyertaan modal dari seseorang atau badan hukum terhadap suatu
perusahaan. Saham merupakan tanda bukti tertulis para investor terhadap
kepemilikan suatu perusahaan yang telah go public. Melalui pembelian saham
dalam jumlah tertentu, pihak pemegang saham (shareholder) memiliki hak dan
kewajiban untuk berbagi hasil dan resiko (profit and loss sharing) dengan para
pengusaha, menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), bahkan mengambil alih
kepemilikan perusahaan. Saham adalah tanda penyertaan atau kepemilikan seaseorang
atau badan tertentu pada perusahaan penerbit saham bersangkutan.[1]


Saham (stock) merupakan salah satu instrumen
surat berharga yang paling dominan dalam pasar modal. Menerbitkan saham menjadi
salah satu pilihan bagi pihak manajemen 
perusahaan untuk mendapatkan sumber pendanaan. Bagi para pengusaha,
keberadaan sumber dana dapat berfungsi sebagai modal untuk mendirikan
perusahaan atau pengembangan usaha. Sedangkan bagi investor, saham merupakan
instrument investasi yang menarik karena keberadaannya dinilai menjanjikan
keuntungan tertentu. Keuntungan tersebut biasanya dapat diperoleh dari hasil
selisih harga pembelian dengan penjualan saham (capital gain) atau melalui pembagian
keuntungan (deviden) dari hasil usaha yang dijalankan oleh perusahaan pada
periode tertentu.


Berkembang pesatnya kegiatan ekonomi keuangan
yang menggunakan prinsip syariah telah menarik banyak pihak untuk mengetahui
lebih dalam ekonomi keuangan syariah, bukan saja dari sisi manajemen bisnis dan
ekonomi nya namun terlebih lagi dari landasan fiqhi, analisis fiqih, dan
penerapan fiqih dalam kegiatan ekonomi keuangan tersebutsalah satu kegiatan
tersebut yakni menanam kan modalnya dalam bentuk investasi. Salah satu bentuk
investasi adalah menanamkan modalnya di pasar modal syariah. Pasar modal
merupakan pilar ekonomi penting dalam perekonomian dunia saat ini.


Investasi merupakan kegiata muamalah yang
sangat dianjurkan, karena dengan berinvestasi harta yang dimiliki menjadi lebih
produktif dan juga mendatangkan manfaat bagi orang lain.  Untuk mengimplemasikan seruan investasi
tersebut, maka harus diciptakan suatu sarana untuk berinvestasi. Banyak pilihan
orang untuk menanamkan modalnya dalam bentuk investasi. Salah satu bentuk
investasi yang bisa digunakan adalah menanamkan hartanya di pasar modal. secara
faktual pasar modal telah menjadi financial nerve sentre (saraf
finansial dunia) pda dunia ekonomi modern dewasa ini, bahkan perekonomian
modern tidak akan mungkin bisa eksis tanpa adanya pasar modal yang tangguh dan
berdaya saing global serta terorganisir dengan baik.





B.     Sejarah Saham syariah


Penerapan prinsip syariah dinpasar modal
tentunya bersumberkan berasal dari Al-Quran sebagai sumber hukum tertinggi dan
Hadis nabi Muhammad SAW. Selajutnya, dari kedua sumber hukum tersebut para
ulama melakukan penafsiran yang disebut ilmu fiqih. Salah satu pembahasan dalam
ilmu fiqih adalah pembahasan tentang muamalah, yaitu hubungan diantara sesama
manusia terkait perniagaan. Pasar modal syariah diindonesia dilaksanakan
berdasar pada kaidah fikih uamalah yang menyatakan bahwa “semua boleh kecuali
ada dalil yang mengharamkan nya” untuk itu, kita harus mengetahui berbagai hal
yang dilarang ketika kita memutuskan untuk berinvestasi.


Secara praktis instrument saham belum ada pada masa
Nabi Muhammad SAW dan para sahabat beliau. Pada masa tersebut yang dikenal
hanyalah perdagaan barang rill seperti layaknya yang terjadi pada pasar biasa.
Pengakuan kepemilikan sebuah pewrusahaan pada masa itu belum dinyatakan dalam
bentuk saham seperti sekarang. Dengan demikian pada masa itu, bukti kepemilikan
dan atau jual beli sebuah aset hanya melalui mekanisme jual beli biasa dan
belum melalui initial public offering (IPO) dengan saham sebagai instrumennya.


Pada masa itu yang terbentuk hanyalah pasar rill
biasa yang mengadakan pertukaran barang dengan uang dan pertukaran barang
(barter). Dikarenakan belum adanya pembahasan dalam Al-Quran maupun Hadis yang
menyatakan secara jelas dan pasti tentang keberadaan saham maka para ulama
berusaha untuk menemukan rumusan kesimpulan hukum tersendiri untuk saham. Usaha
tersebut lebih dikenal dengan ijtihad. Meskipun begitu terdapat perbedaan
pendapat dalam memperlakukan saham dari aspek hukum khususnya dalam jual bel.
Ada sebagian mereka yang memperbolehkan transaksi jual beli saham ada yang
tidak membolehkanya. [2]


Berkembangnya
pasar modal berbasis syariah di Indonesia dimulai pada tahun 1997, yakni dengan
diluncurkannya Danareksa Syariah pada 3 Juli 1997 oleh PT. Danareksa Investment
Management. Selanjutnya Bursa Efek Indonesia bekerjasama dengan PT. Danareksa
Investment Management meluncurkan Jakarta Islamic Index (JII) pada tanggal 3 Juli
2000 yang bertujuan untuk memandu investor yang ingin menanmkan dananya secara syariah.
Melalui Islamic Indeks di Indonesia (JII) menjelaskan pasar modal sebagai
lembaga syariah memberikan kesempatan para investor untuk menanamkan dananya
pada perusahaan yang sesuai prinsip syariah. Beragam produk ditawarkan dalam
indeks syariah dalam JII maupun ISSI seperti saham, obligasi, sukuk , reksadana
syariah, dsb.


Pasar modal
syariah adalah sebuah pasar modal, dimana perdagangan yang terjadi didalamnya,
tidak bertentangan dengan prinsip syariah, prinsip perdagangan yang sesuai dengan
hukum Islam. Kegiatan pasar modal syariah ini menyatu dengan pasar modal konvensional
yang ada, hanya peraturan tentang produk dan aturan perdagangannya berbeda. Kalau
meminjam istilah yang terdapat pada website lama Bapepam. Secara umum kegiatan Pasar
Modal Syariah tidak memiliki perbedaan dengan pasar modal konvensional, namun terdapat
beberapa karakteristik khusus Pasar Modal Syariah yaitu bahwa produk dan mekanisme
transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Penerapan prinsip
syariah di pasar modal tentunya bersumberkan pada Al Quran


sebagai sumber hukum tertinggi dan Hadits Nabi Muhammad SAW.
Selanjutnya, dari kedua sumber hukum tersebut para ulama melakukan penafsiran
yang kemudian disebut ilmu fiqih. Salah satu pembahasan dalam ilmu fiqih adalah
pembahasan tentang muamalah, yaitu hubungan diantara sesama manusia terkait
perniagaan. Pasar modal syariah di Indonesia dilaksanakan dengan berdasar pada
kaidah fiqih muamalah yang menyatakan bahwa ‘semua boleh, kecuali ada dalil
yang mengharamkannya’. Untuk itu, kita harus mengetahui berbagai hal yang
dilarang, ketika kita memutuskan untuk berinvestasi secara syariah.





C.     Jenis-Jenis Saham


Pada umumnya saham
yang diterbitkan oleh sebuah perusahaan (emiten) yang melakukan penawaran umum
(initial publik offerring) ada dua macam, yaitu saham biasa (common stock)dan
saham istimewa/preferen (prefered stock).


a.      
Sahan biasa (common stock),
adalah saham yang menempatkan pemiliknya paling terakhir terhadap pembagian
deviden dan hak atas harta kekayaan perusahan apabila perusahantersebut
dilikuidasi karena pemilik saham biasa ini tidak memiliki hak-hak istimewa.
Pemilik saham biasa ini juga tidk akan memperoleh pembayaran deviden selama
perusahaan tidak memperoleh laba. Setiap pemilik saham hal suara dalam rapat
umum pemegang saham/RUPS dengan ketentuan one share one vote.


Pemegang saham biasa memiliki tanggung
jawab terbatas terhadap klaim pihak lain sebesar proposisi sahamnya dan
memiliki hak untuk mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada orang lain.


b.     
Saham preferan, merupakan
saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa,
karena bisa menghasilkann pendapatan tetap (seperti bunga obligasi). Berikut
adalah tipe tipe macam saham:


1.  Saham yang di cap (assented
shares), penyetempelan saham dapat terjadi dalam hal perseroan. Jika terjadi
hal demikian perseroan harus mengadakan perubahan pada anggaran dasar perseroan,
dengan menurunkan nilai nominal dari sahamnya menjadi sama dengan kekayaan
(equity) dan dari nilai nominal sahamnya diturunkan secara proposional.


2.    Saham tukar, yaitu jenis saham
yang dapat ditukar oleh pemiliknya dengan jenis saham lain, biasanya saham
preferen dengan saham biasa.


3.    Saham tanpa suara, yaitu jenis
saham yang pemiliknya tidak diberi hak suara pada        RUPS.


4.   Saham tanpa pari, yaitu saham
yang tidak memiliki nilai nominal atau psri, tetapi hak pemiliknya dapat
diketahui dengan cara menjumlahkan seluruh kekayaaan  dan kemudian dibagi dengan jumlah saham yang
dikeluarkan.


5.  Saham preferen unggul, yaitu
saham preferen yang hak prioritasnya lebih besar dari preferen lain.
 



Secara konsep, saham merupakan surat
berharga bukti penyertaan modal kepada perusahaan dan dengan bukti penyertaan
tersebut pemegang saham berhak untuk mendapatkan bagian hasil dari usaha
perusahaan tersebut. Konsep penyertaan modal dengan hak bagian hasil usaha ini
merupakan konsep yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Prinsip
syariah mengenal konsep ini sebagai kegiatan musyarakah atau syirkah.
Berdasarkan analogi tersebut, maka secara konsep saham merupakan efek yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah.


Namun demikian, tidak semua saham yang
diterbitkan oleh Emiten dan Perusahaan Publik dapat disebut sebagai saham
syariah. Suatu saham dapat dikategorikan sebagai saham syariah jika saham
tersebut diterbitkan oleh:


a.
Emiten dan Perusahaan Publik yang secara jelas menyatakan dalam  anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten
dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan 
Prinsip-prinsip syariah.


b.
Emiten dan Perusahaan Publik yang tidak menyatakan dalam anggaran dasarnya
bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan
Prinsipprinsip syariah.


Hingga saat ini ada beberapa fatwa yang
telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional- Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI) yang berhubungan dengan pasar modal syariah Indonesia sejak tahun
2001, yang meliputi antara lain:


1.
Fatwa No. 20/DSN-MUI/IX/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk
Reksadana Syariah


2. Fatwa No. 32/DS003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip
Syariah di Bidang Pasar Modal


5. Fatwa No.
41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah





D.    Pengertian Obligasi
Syariah


 Perusahaan yang berkembang
sangat membutuhkan keberadaan pasar modal, untuk kepentingan penghimpunan modal
dengan menjual saham yang dimilki untuk publik, sedangkan investor sebagai
pihak yang memiliki dana dapat menggunakan pasar modal sebagai salah satu
alternatif untuk memperoleh keuntungan. Pasar modal menyediakan instrumen
keuangan jangka panjang yang dapat dijualbelikan, berbentuk obligasi maupun
modal sendiri yang baik diterbitkan oleh pemerintah maupun swasta. Masyarakat
akan memperoleh hasil berupa deviden dari pembelian saham melalui pasar modal
atau bunga berupa kupon dari obligasi. Keputusan penjualan saham atau
penerbitan obligasi perlu dilakukan pertimbangan dan pengukuran dengan matang
serta mempertimbangan alternatif lain yang dapat dijadikan sebagai sumber pendanaan.


Industri keuangan syariah saat ini tidak dapat dipungkiri
mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Salah satu instrumen investasi
berbasis syariah yang sedang trend di pasar modal Indonesia yaitu obligasi
syariah atau dikenal dengan istilah sukuk. Obligasi syariah merujuk
kepada fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 32/ DSN-MUI/IX/2002 merupakan surat
berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh
emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar
pendapatan kepada pemegang obligasi berupa bagi hasil atau margin/fee serta
membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Namun dalam islam,
obligasi yang bersifat utang dengan kewajiban membayar bunga (sistem riba)
tidak dibenarkan.


Dampak
penerbitan obligasi syariah akan menyebabkan terjadinya peningkatan leverage
perusahaan. Selain itu perusahaan memperoleh pengurangan bagian earning yang
dibayarkan untuk pajak perusahaan berupa tax shield. Penggunaan hutang
dapat pula menurunkan nilai saham karena pengaruh biaya bunga dan biaya
kepailitan yang mungkin timbul dari hutang (Afaf, 2008).


Untuk memenuhi kebutuhan dana, salah satu cara yang dapat
dilakukan perusahaan adalah dengan menerbitkan obligasi. Dampak penerbitan
obligasi adalah hutang jangka panjang akan mengalami peningkatan dan perubahan
struktur modal. Adanya peningkatan hutang dapat memiliki dua interpretasi
positif ataupun negatif yang akhirnya berdampak pada return saham
perusahaan. Return saham perusahaan akan meningkat seiring peningkatan harga
saham perusahaan begitu pula sebalinya.


Praktek obligasi syariah berbeda dengan obligasi yang dikelola secara
konvensional. Adanya prinsip pelarangan bunga dalam Islam, berdampak pada
pembatasan pengguanaan komponen bunga dalam intrumen keuangan (interest-bearing
instrument
). Salah satu penerapan dalam obligasi adalah penggunaan tingkat
diskonto (discount rate) dalam perhitungan bunga obligasi. Sehingga
dikelaurkanlah alternatif obligasi syariah yang dikenal dengan sukuk.


Obligasi syariah adalah surat berharga berjangka panjang berdasarkan
prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang
mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah
berupa bagi hasi/margin /fee serta membayar kembali dana obligasi saat jatuh
tempo.[3]


Instrumen
pasar modal selain diwujudkan daam bentuk saham, juga dapat diwujudkan dalam
bentuk obligasi (sukuk). Kata obligasi berasal dari bahasa belanda, yaitu
obligate atau obligaat, yang berarti kewajiban yang tida dapat ditinggal atau
surat hutan pinjaman negara atau saerah atau perseroan dengan bunga tetap.[4]


 Obligasi adalah surat hutang
jangka panjang yang diterbitkan oleh suatu lembaga dengan nilai nominal dan
waktu jatuh tempo yang telah ditentukan. Pemerintah baik pusat atau daerah
perusahaan swasta, ataupun BUMN, dapat menerbitkan obligasi. Saat ini, obligasi
yang diperdagangkan salah satunya adalah obligasi kupon dengan tingkat suku
bunga tetap dengan jatuh tempo sesuai masa berlaku obligasi (Astuti, 2003).
Obligasi merupakan janji pihak penerbit untuk membayar sejumlah bunga dalam
periode waktu tertentu dan membayar nilai nominal obligasi pada waktu jatuh
tempo. Obligasi dianggap memiliki keuntungan diantaran, rendahnya biaya modal
setelah dikurangi pajak, pembayaran bunga dihitung sebagai pengurang pajak
penghasilan, adanya kemungkinan peningkatan laba per lembar dengan financial
leverage
, serta tidak adanya perubahan pada kontrol operasionalisasi
perusahaan oleh pemegang saham.





E.     Prinsip-prinsip obligasi syariah


setelah menerbitkan obligasi syariah, maka perusahaan tersebut harus
menjalankan prinsip-prinsip yang mengatur obligasi syariah tersebut prinsip
obligasi antara lain:


1.     Pembiayaan hanya untuk suatu transaksi atau suatu kegiatan usaha yang
spesifik, dimana harus dapat diadakan pembukuan yang terpisah untuk menentukan
manfaat yang timbul.


2.   Hasil investasi yang diterima pemilik dana merupakan fungsi dari
manfaat yang diterima perusaha dari dana hasil penjualan obligasi bukan dari
kegiatan usaha lainnya.


3.      Tidak boleh memberikan jaminan hasil usaha yang semata mata merupakan
fungsi waktu dalam uang times value off money


4.      Obligasi tidak dapat dipakai untuk megganti hutang yang sudah ada bay
al dayn bi al dayn.


Praktek obligasi syariah berbeda dengan obligasi yang dikelola secara
konvensional. Adanya prinsip pelarangan bunga dalam Islam, berdampak pada
pembatasan pengguanaan komponen bunga dalam intrumen keuangan (interest-bearing
instrument
). Salah satu penerapan dalam obligasi adalah penggunaan tingkat
diskonto (discount rate) dalam perhitungan bunga obligasi. Sehingga
dikelaurkanlah alternatif obligasi syariah yang dikenal dengan sukuk.





F.      Sejarah Obligasi syariah


Pertama kali kemunculan pasar sukuk di bursa saham Malaysia, hingga
saat ini telah berkembang pesat baik di negara Eropa, Asia, serta Timur Tengah.
Di pasar modal Indonesia, obligasi syariah semakin dikenal setelah
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah
Negara (SBSN). Berbagai institusi seperti pemerintahan, perusahaan nasional dan
korporasi mengeluarkan produk tersebut sebagai salah satu alternatif pembiayaan
negara dan untuk pembiayaan perusahaan.


Beberapa negara telah menjadi regular issuer dari sukuk,
seperti Malaysia, Bahrain, Qatar, Pakistan, Uni Emirate Arab, Brunei
Darussalam, dan State of Saxoni Anhalt-Jerman. Umunya, tujuan penerbitan sukuk
negara (sovereign sukuk) adalah untuk kepentingan pendanaan negara
secara umum (general funding) atau bertujuan membiayai proyek-proyek
fasilitas umum. Sukuk dengan jangka waktu pendek ( Islamic Treasury
Bills)
dapat digunakan untuk keperluan pembiayaan cash-mismatch.


Awal
mula berkembanganya dunia dimulai dengan penerbitan soverign sukuk, akan
tetapi sukuk korporasi (corporate sukuk) menjadi dominan pada
tahun-tahun selanjutnya. Data Standard & Poor’s Reports (2008)
mengindikasikan bahwa pada tahun 2003, pasar sukuk global didominasi sovereign
sukuk
sebesar 42% dan sebesar 58% berasal dari sukuk yang diterbitkan oleh
lembaga keuangan. Akan tetapi, tahun 2007, sukuk korporasi mengambil alih
dominais pasar sukuk global, sekitar 71% dan lembaga keuangan sebesar 26% serta
pemerintah sebesar 3%. Penerbitan sukuk korporasi umumnya bertujuan untuk
ekspansi perusahaan. Hal ini umum dilakukan oleh perusahaan besar dari
negara-negara di Asia Tenggara dan Timur Tengah.








[1]Ade Arthesa dan Edia Handiman. 2009, Bank
dan Lembaga Keuangan Bukan Bank “, Jakarta: Indeks.




[2]
Nafik HR, Muhammad. 2009,  “Buesa Efek dan Investasi Syariah”, Jakarta :
serambi Ilmu semesta.




[3]
Jurnal Rudi Bambang Trisilo. Penerapan Akad Pada Obligasi
Syariah Dan Suuk Negara (Surat Berharga Syyariah Negara / SBSN). Economic :
Jurnal Ekonomi Dan Hukum Islam, Vol. 4, No. 1 2014




[4] Bahrudin, 2010, “Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah”. Yogyakarta: Graha
Ilmu






Please Select Embedded Mode For Blogger Comments

Previous Post Next Post