PENGERTIAN DAN MACAM-MACAM PENGEMBANGAN KURIKULUM



MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM



Hasil gambar untuk edukasi





1.      Ralph
Tyler


Dalam bukunya yang berjudul Basic Principles Curriculum and
Instruction (1949), Tyler mengatakan bahwa curriculum development needed to be treted
logically and systematically. Ia berupaya menjelasskan tentang pentingnya
pendapat secara rasional, menganalisis, menginterpretasi kurikulum dan program
pengajarannya dari suatu pengajaran dari suatu lembaga pendidikan. Pengembangan
kurikulum model Tyler ini mungkin yang terbaik, dengan penekanan khusus pada
fase perencanaan. Walaupun Tyler mengajukan model pengembangan kurikulum secara
komprehensif tetapi bagian pertama dari modelnya (seleksi tujuan) menerima
sambutan yang hangat dari para educator.





Langkah-langkah
pengembangan kurikulum:


a. Langkah l: Tyler merekomendasikan, bahwa perencana kurikulum agar
mengidentifikasikan tujuan umum (tentative general objectives) dengan
mengumpulkan data dari tiga sumber, yaitu : kebutuhan peserta didik, masyarakat
(fimgsi yang diperlukan) dan subject matter.


b.   Langkah 2: Setelah mengidentifikasi beberapa buah tujuan umum,
perencana merifinenya dengan cara menyaring melalui dua saringan, yaitu
filosofi pendidikan dan psikologi belajar. Hasilnya akan menjadi Tujuan
pembelajaran khusus dan meyebutkannya juga pendidikan sekolah dan filosofi
masyarakat sebagai saringan pertama untuk tujuan iniSelanjutnya perlu disusun
garis-garis besar nilai-nilai yang didapat dan mengilustrasikannya dengan
memberi tekanan pada empat tujuan demokratis. Untuk melaksanakan penyaringan,
para pendidik harus menjelaskan prinsip-prinsip belajar yang baik, dan
psikologi belajar memberikan ide mengenai jangka waktu yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan waktu untuk melaksanakan kegiatan secara efesien. Tyler pun
menyarankan agar pendidik memberi perhatian kepada cara belajar yang dapat :


1)      Mengembangkan kemampuan berpikir


2)      Menolong dalam memperoleh informasi


3)      Mengembangkan sikap masyarakat


4)      Mengembangkan minat


5)      Mengembangkan sikap kemasyarakatan


c.   Langkah 3: Menyeleksi pengalaman belajar yang
menunjang pencapaian tujuan. Penentuan pengalaman belajar harus
mempertimbangkan persepsi dan pengalaman yang telah dimililiki oleh peserta
didik.


d. Langkah 4: Mengorganisasikan pengalaman
kedalam unit-unit dan menggambarkan berbagai prosedur evaluasi


e.  Langkah 5:
Mengarahkan dan mengurutkan pengalaman-pengalaman belajar dan mengkaitkannya
dengan evaluasi terhadap keefektifan perencanaan dan pelaksanaan.


f. 
Langkah 6: Evaluasi pengalaman belajar.
Evaluasi merupakan komponen penting dalam pengembangan kurikulum


Sehubungan dengan hal tersebut Tyler (1949) memperingatkan
agar dibedakan antara konten (isi) pelajaran atau kegiatan-kegiatan belajar
dengan pengalaman-pengalaman belajar, karena pengalaman belajar merupakan
pengalaman yang diperoleh dan dialami anak-anak didik sebagai hasil belajar dan
interaksi mereka dengan konten (isi) dan kegiatan belajar. Untuk mengembangkan
pengalaman belajar yang mereka peroleh harus bermuara pada pemberian pengalaman
para pelajar yang dirancang dengan baik dan dilaksanakan dengan benar. Dari
beberapa konsepsi kurikulum diatas kelihatan bahwa kurikulum dapat dilihat dari
segi yang sempit atau dari segi yang luas (sebagai pengalaman yang diperoleh di
sekolah atau diluar sekolah).





2.     
Inverted Model Hilda Taba


Pada beberapa buku karya Hilda Taba
yang paling terkenal dan besar pengaruhnya adalah Curriculum Development:
Theory and Pratice (1962). Dalam buku ini, Hilda Taba mengungkapkan
pendekatanya untuk proses pengembangan kurikulum. Dalam pekerjaanya itu, Taba
mengindetifasikan model dasar Tayler agar lebih representatif terhadap
pengembangan kurikulum di berbagai sekolah. Model pengembangan kurikulum ini
oleh Hilda Tiba ini berbeda dengan lazimnya yang banyak diitempuh secara yang
bersifat dekduktif karena caranya induktif. Oleh Karena itu sring disebut
“Model Terbalik” atau “Inverted Model” .


Pengembangan kurikulum model ini
diawali dengan melakukan percobaan, penyusunan teori, dan kemudian baru
ditetapkan. Hal itu diharapkan dimaksudkan untuk lebih mempertemukan antara
teori dan pratik,  serta menghilangkan sifat keumuman dan keabstrakan yang
terjadi dalam kurikulum yang dilakukan tanpa kegiatan percobaan. Dalam pendekatanya,
Taba menganjurkanuntuk lebih mempunyai informasi tentang masukan (input) pada
proses setiap langkah proses kurikulum, secara khusus, Taba mengajurkan untuk
menggunakan pertimbangan ganda terhadap isi (organisasi kurikulum yang logis)
dan individu pelajar (psikologis kurikulum). Untuk memperkuat pendapatanya,
Taba mengkalim bahwa semua kurikulum disusun dari elemen-elemen dasar. Suatu
kurikulum bisanya berisi seleksi dan organisasi isi; itu merupakan manisfetasi
atau implikasi dari bentuk-bentuk (patterns) belajar dan mengajar. Kemudian,
suatu program evaluasi dari hasil pun akan dialakukan.





Perekayasaan kurikulum secara
tradisional dilakukan oleh suatu panitia yang dipilih. Panitia ini bertugas :


a.         mempelajari daerah-daerah fundasional dan mengembangkan
rumusan kesepakatan fundasional


b.     
merumuskan
desain kurikulum secara menyeluruh berdasarkan kesepakatan yang telah
dirumuskan


c.      
mengkonstruksi
unit-unit kurikulum sesuai dengan kerangka desain


d.     
melaksanakan
kurikulum pada tingkat atas.





Taba percaya bahwa esensial proses
deduktif ini cendemng untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan inovasi kreatif,
sebab membatasi kemungkinan mengeksperimentasikan konsep-konsep baru
kurikulum.Taba menyatakan bahwa :


a.        
bila
perubahan nilai dari mendesain ulang kerangka yang menyeluruh maka sebelumnya
harus ditetapkan lebih dahulu suatu pola yang akan dipelajari dan diuji.


b.        
panitia
penyusunan kurikulum yang tradisional itu dapat menduduld rencana-rencana
kurikulum yang bermanfaat, bagian dari desain itu sendiri hanya atas dasar
logika bukan empiric


c.        
karena
mereka tidak melakukan pengujian secara empirik, kurikulum yang dihasilkan
cenderung merupakan skema / sket bagan yang sangat umum dan abstrak dan sedikit
membantu untuk melaksanakan praktek instruksional


Ketiga masalah tersebut menunjukkan
efesiensi perekayasaan kurikulum yang tradisional dan kesenjangan antara teori
dan praktek. Suatu contoh adanya disfungsi dalam teori praktek terdapat pada
core kurikulum yang dirancang untuk mengajukan (1) Integrasi isi / materi, (2)
Hubungan dengan kebutuhan siswa-Jalannya praktek core tersebut umumnya hanya
merupakan reorganisasi administratif, block of time mata ajaran-mata ajaran
yang terpisah-pisali, dan dimana masalah-masalah kehidupan terisolasi dari
materi (content) yang valid. Bentuk core yang dilaksanakan berdasarkan rekayasa
deduktif menghasilkan pemisahan teori dan praktek


Taba mengajukan pandangan yang berlawanan dengan urutan
tradisional dengan mengembangkan inverted model, yakni : langkah awal dimulai
dari perencanaan unit-unit mengajar-belajar yang spesifik oleh para guru, bukan
diawali aengan desain kerangka (framework) yang umum. Urut-unit tersebut diuji
/ dilaksanakan dalam kelas, yang ada pada gilirannya digunakan sebagai dasar
empirik untuk menentukan desain yang menyeluruh (overall design). Keuntungan
digunakannya inverted sequence ini ialah :


a.    membantu untuk menjembatani
kesenjangan antara teori dan praktek karena produksi unit-unit tadi
mengkombinasikan kemampuan teoritik dan pengalaman praktis.


b.    kurikulum yang terdiri dari
unit-unit mengajar-belajar yang disiapkan oleh guru-guru lebih mudah
diintroduser ke sekolah, berarti lebih mudah dimengerti dibandingkan dengan
kurikulum yang umum dan abstrak yang dihasilkan oleh umtan tradisional


c.    kurikulum yang terdiri dari kerangka
umum dan unit-unit belajar-mengajar lebih berpengaruh terhadap praktek kelas
dibandingkan dengan kurikulum yang ada





Langkah-langkah pengembangan kurikulum Hilda Taba (1962) mengemukakan
perekayasaan kurikulum terdiri atas 5 langkah berurutan, ialah :





a.       Langkah Pertama, Experimental Production of Pilot Units.


Kelompok tenaga pengajar membuat
unit eksperiment sebagai ajang untuk melakukan studi tentang hubungan teori dan
praktek. Untuk itu diperlukan (1) Perencanaan yang didasarkan atas teori yang
kuat (2) Eksperimen didalam kelas yang dapat menghasilkan data empiris untuk
menguji landasan teori yang digunakan. Hasil dari langkah ini berupa
teaching-leaming unit yang masih bersifat draft yang siap diuji pada langkah
berikutnya. Unit eksperimen ini dirancang melalui delapan kegiatan sebagai
berikut :


            1) Diagnosing needs


Tenaga
pengajar mengidentifikasi masalah-masalah, kondisi, kesulitan serta
kebutuhan-kebutnhan siswa dalam suatu proses pengajaran. Lingkup diagnosis
tergantung pada latar belakang program yang akan direvisi, termasuk didalamnya
tujuan konteks dimana program tersebut difungsikan


2)     
Formulating Specific Objectives


Formulasi
tujuan-tujuan khusus, sebagai penjabaran dari tujuan umum yang dimmuskan
berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi yang menjadi titik
berat pada teaching leaming unit. Namun demikian tidak semua tujuan khusus
tersebut dapat tercapai oleh masing-masing imit.


3)     
Selecting Content


Pemilihan
isi (materi) berdasarkan kesepadanan dengan tujuan khusus, dan harus
mempertimbangkan tingkat validitas dan signifikannya. Karena itu periu
dilakukan seleksi terhadap tingkatan isi (materi) yang meliputi pemilihan topik
utama, pemilihan ide-ide dasar dan pemilihan materi khusus.


4)     
Organizing Content.


Pengorganisasian
materi dilakukan berdasarkan tingkat kemampuan awal serta minat siswa.
Pengorganisasian isi disusun dari konkrit keabstrak dan dari mudah ke sulit.


5)     
Selecting Learning Experiences (Avtivities).


Pengalaman
belajar disusun dengan maksud terjadi interaksi antara siswa dan materi
pelajaran. Karena setiap materi memiliki beberapa fungsi tertentu.


6)     
Organizing Leaming Experiences
Avtivities


Pengalaman
belajar siswa disusun dan diorganisasikan dengan sekuensi dan organisasi materi
(content). Kegiatan belajar siswa diarahkan dari induktif kegeneralisasi dan
abstraksi serta difokuskan pada pengembangan ide-ide utama, langkah-langkah
perolehan konsep dan prilaku yang baik


7)     
Evaluating.


Evaluasi
dilakukan untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan unit oleh siswa. Hasil
evaluasi berguna untuk menentukan tujuan, diagnosis kesulitan belajar, serta
penilaian dalam rangka pengembangan dan revisi kurikulum.


8)     
Checking for Balance and Seguence


Setelah
garis besar teaching leaming dirancang lengkap, selanjutnya perlu dicek
konsistensi antara semua bagian yang berkenaan dengan keseimbangan dan urutan
topik-topik yang telah tersusun atau unsur-unsur dalam unit tersebut


      b.     
Langkah Kedua, Testing of
Experimental Units


     
Teaching-leaming units yang dihasilkan pada langkah pertama perlu
diujicobakan di kelas-kelas eksperimen pada berbagai situasi dan kondisi
belajar. Pengujian dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas dan keyakinan
terap bagi tenaga pengajar yang berbeda-beda gaya mengajar dan kemampuan
melaksanakan pengajaran unit. Hasil uji coba menjadi masukan bagi penyempumaan
draft kurikulum.


      c.       Langkah Ketiga, Revising dan Consolidating


Revisi dan penyempumaan draft
teaching leammg units dilakukan berdasarkan data dan informasi yang terkumpul
selama langkah pengujian. Pada langkah ini dilakukan pula penarikan kesimpulan
(konsolidasi) tentang konsistensi teori yang digunakan. Langkah ini dilakukan
bersama oleh koordinator kurikulum dan ahli kurikulum. Produk langkah ini
berupa teaching leaming units yang telah teruji di lapangan. Bila hasilnya
sudah memadai, maka unit-unit tersebut dapat disebarkan dalam lingkup yang
lebih luas.





      d.      Langkah Keempat Developing a Framework


Pengembangan keseluruhan kerangka
kurikulum dilakukan guna menjamin :


1)      Apakah ide-ide dan konsep-konsep
dasar yang digunakan telah terakomodasi? Apakah lingkup isi telah memadai?


2)      Apakah isi telah tersusun berurutan
secara logis?


3)     Apakah aktivitas pembelajarannya
memberikan peluang untuk pengembangan keterampilan mtelektual dan pemahaman
emosi secara kumulatif.


Pengembangan ini dilakukan oleh ahli
kurikulum dan para professional kurikulum lainnya. Produk dari langkah-langkah
ini adalah dokumen kurikulum yang siap untuk diimplementasikan dan
diidentifikasikan.





      e.       Langkah Keempat, Instalation and Desimination of The New
Unit


Instalasi
dan desiminasi adalah peresmian dan penyebarluasan kurikulum hasil
pengembangan, sebagai sub sistem pada sistem sekolah secara menyeluruh.
Tanggung jawab tahap ini dibebankan pada administrator sekolah. Penerapan
kurikulum merupakan tahap yang ditempuh dalam kegiatan pengembangan kurikulum.
Pada tahap ini harus diperhatikan berbagai masalah : seperti kesiapan tenaga
pengajar untuk melaksanakan kurikulum di kelasnya, penyediaan fasilitas
pendukung yang memadai, alat atau bahan yang diperlukan dan biaya yang
tersedia, semuanya perlu mendapat perhatian dalam penerapan kurikulum agar
tercapai hasil optimal.











     3.      D. K.
Wheeler


Dalam bukunya yang cukup berpengaruh, Curriculum Process,
Wheeler (1967) mempunyai argumen tersendiri pengembangan kurikulum (curriculum
developers) dapat menggunakan suatu proses melingkar (a cycle process), yang
namanya setiap elemen saling berhubungan dan bergantungan. 


Pendakatan yang digunakan Wheeler dalam pengembangan
kurikulum pada dasarnya memiliki bentuk rasional. Setiap langkah kurikulum pada
dasarnya memiliki bentuk rasional. Setiap langkah (phase)nya merupakan
pengembangan secara logis terhadap model sebelumnya, di mana secara umum
langkah tidak dapat dilakukan sebelum langkah-langkah sebelumnya telah
diselesaikan. Sebagai mantan akademisi Univerrsity of Western Australia,
Wheeler mengembangkan ide-idenya sebagimana yang telah dilakukan pleh Tayler
dan Taba. Wheeler menawarkan lima langkah itu jika dikembangkan dengan logis
temporer, akan menghasilkan suatu kurikulum yang efektif. Dari lima langkahnya
ini, sangat tampak bahwa Wheeler mengembangkan lebih lanjut apa yang telah
dilakukan Tyler dan Taba meski hanya dipresentasikan agak berbeda.





Langkah-langkah
atau phases Wheeler (Wheeler’s phases) adalah:


Selection of aims, goals, and
objectives (seleksi maksud, tujuan, dan sasarannya)


Selection of learning exprerinces to
help achieve these aims, goals and objectives
(seleksi pengalaman belajar untuk
membantu mencapai maksud, tujuan, dan sasaran.)





a.      
Selection
of content through which certain types of experiences may be offered (Seleksi
isi melalui tipe-tipe tertentu dari pengalaman yang mungking ditawarkan)


b.      Organization and intergration of
learning exprinces and content with respect to the teaching learning process
(organisasi dan intergrasi pengalaman belajar dan isi yang berkenaan dengan
proses belajar dan mengajar)


c.      
Evalution
of esch phase and the problem of goals (evaluasi setiap fase dan
masalah-masalah tujuan)





Kelebihangan
dari model adalah :


a.      
Memasukan
berbagi kematangan yang berhubungan dengan objectives


b.      Struktur logis kurikulum yang
dikembangkannya


c.      
Menerapkan
situasiasional analisys sebagai titik permulaan





Kekurangan dari model ini:


a.      
Wajahnya
yang bersifat logis


b.      Pengimplementasinya





      4.     
Audrey dan Howard Nicholls


Dalam bukunya, developing curriculum: A Participial Guide
(1978), Audrey dan Howard Nicholls mengembangkan suatu pendekatan yang cukup
tegas mencakip elemen-elemen kurikulum dengan jelas dan ringkas. Buku tersebut
sangat popular di kalangan pendidik, khususnya di Inggirs, di mana pengembangan
kurikulum pada tingkat sekolah sudah lama ada.


Nicholas menitik beratkan pada pendekatan pengembangan
kurikulum yang rasional, khususnya kebutuhan untuk kurikulum yag munculnya dari
adanya perubahan situasi. Mereka berpendapat bahwa :” …change should be planed and introduced
on a rational and valid this according to logical process, and this has not
been the case in the vast majority of changes that have already taken place”


Audrey dan Nichllos mendifisikan kembali metodenya Tyler,
Taba, Wheeller dengan menekan pada kurikulum proses yang bersiklus atau bentuk
lingkaran, dan ini dilakuakan demi langkah awal, yaitu analisis situasi
(situasional analysis). Kedua penulis ini mengukapkan bahwa sebelum
elemen-elemen tersebut diambil atau dilakukan dengan lebih jelas, konteks dan
situasi di mana keputusan kurikulum itu harus dibuat harus diperrtimbangkan
dengan secara mendetail dan serius. Dengan demikian, analisis  situasi
menjadi langkah pertama (preliminary stage) yang membuat para pengembang
kurikulum memahami faktor-faktor yang akan mereka kembangkan.


Terdapat lima langkah atau tahap (stage) yang diperlukan
dalam proses pengembangan secara kontinu (continue curriculum process).
Langkah-langkah terbut menurut Nicholls adalah;


a.      
Situsional
analysis

(analisis situasional)


b.      Selection of objectives  (seleksi tujuan)


c.      
Selection
ang organization of content
(seleksi dan organisasi isi)


d.      Selction and organization of methods (seleksi dan organisasi metode)


e.      
Evaluation (evaluasi)


Masuknya fase analisis situasi (situasioanal analysis)
merupakan suatu yang disengaja untuk memaksa para pengembang kurikulum lebih
reposintif terhadap lingkungan dan secara khusus dengan kebutuhan anak didik,
kedua penulis ini menekankan perlunya memakai pendekatan yang lebih
komprehensif untuk mendiagnosis semua faktor menyangkut semua situasi dengan
diikuti penggunaan pengetahuan dan pengertian yang berasal dari analisis
tersebut dalam perencanaan kurikulum.


        Audery dan Nicholls mendefinisikan
kembali metodenya Tyler, Taba, dan Wheeler dengan menekankan pada kurikulum
proses yang bersiklus atau berbentuk lingkaran, dan ini dilakukan demi langkah
awal yaitu analisis situasi.


Lima
langkah pengembangan kurikulum menurut Audery dan Nicholls yaitu,


a.       Analisis situas


b.      Menentukan tujuan khusus


c.       Menentukan dan mengorganisasi isi
pelajaran


d.      Menentukan dan mengorganisasi metode


e.       Evaluasi
















 




































Model pengembangan kurikulum D. K.
Wheeler, Audery dan  Howard Nicholls
dikategorikan dalam Cycle Models yang mana dalam model ini juga
mempunyai kekuatan dan kelemahan.


Model pengembangan Wheeler dan Nicholls termasuk ke dalam
model pengembangan kurikulum cycle models. Sama dengan rational
models,
maka cycle models ini juga memiliki beberapa kelebihan dan
juga kelemahan. Adapun kelebihan dari cycle models adalah:


a.      
Memiliki
struktur logis kurikulum yang dikembangkannya


b.      Dengan menerapkan situational
analysis
sebagai titik permulaan dapat memberikan dasar data sehingga
tujuan-tujuan yang lebih efektif mungkin akan dikembangkan.


c.      
Melihat
berbagai elemen kurikulum sebagai asal yang terus menerus, sehingga dapat
menanggulangi situasi-situasi baru dan mempunyai konsekuensi untuk bereaksi
terhadap perubahan situasi.


Sedangkan kelemahan dari cycle models adalah karena
model ini memiliki beberapa kesamaan dengan rational model  maka
kelemahan yang dimiliki oleh model ini pun hampir sama dengan yang telah
diuraikan sebelumnya. Tetapi kelemahan yang lebih menonjol adalah membutuhkan
banyak waktu untuk menganalisis situasi belajar. Melihat kondisi juga bahwa
kebanyakan pendidik lebih suka mengandalkan intuisi daripada menggunakan basis
data yang sistematis dan sesuai dengan situasi.


         











     5.  Decker Walker


Pada awal 1970, Decker Walker berpendapat bahwa objectives
atau rational model dalam proses kurikulum ini tidak menerrima pendapat dalam
literaratur yang tidak populer. Walker (1971) berpendapat bahwa pengemabangan
kurikulum tidak mengikuti pendekatan yang telah ditetntukan dari urutan yang
rational dari elemen-elemen kurikulum ketika mereka mengembangkan kurikulum.
Lebih baik memprosesnya melalui tiga fase di dalam persiapan natural daripada
dalam kurikulum.


Kesimpulan tersebut berasal dari analisis Walker terhadap
laporan proyek kurikulum, seperti CHEM Stuidi, BSCS, SMSG serta partisipasi
pribadinya dalam proyek kurikulum bidang kesenian. Analisis Walker menguraikan
apa yang telah dilihat sebagai model alami dalam proses kurikulum. It is a
naturalistic model in the sense that it was constructed to represent phenomena
and realtions observed in actual curriculum projects faithfully as possible
with a few terns and principles.


Ada empat fase dalam pengembangan model kurikulum ini yakni:


a.       Fase pertama


Walker mempunyai argument
bahwa  pernyataan platform di organisasikan oleh para pengembang kurikulum
dan pernyataan tersebut berisi serangkian ide, prefensi dan pilihan, pendapat,
keyakinan, dan nilai-nilai yang dimiliki kurikulum.  Aspek-aspek tersebut
mungkin tidak definisikan atau secara logis, tapi mereka membrntuk basis
platform sehingga kurikulum mendatang bisa dibuat oleh pengembang kurikulum
(curriculum developers).


b.      Fase kedua


Walker berpendaoat bahwa pengembang
kurikulum tidak memula tugas dalam keadaan kosong (a blank state), nilai-nilai,
konnsepsi, dan hal-hal pengembangan kurikulum sebagai menngindinkasikan adanya
kesukaan den perlakuan sebagai dasar (paltfrom) mengembangkan kurikulum. Walker
mengajurkan bahwa: The Platfrom includes an idea of what is ought to be and
these guides the curriculum developer in the dertemining what should be do to
realize his vision


      c.      
Fase ketiga


Ketika interaksi di antara individu
dimulai, mererka kemudian memasuki fase pertimabangan yang mendalam. Walker
berpendapat bahwa selama fase ini, individu mempertahankan pertanyaan platform
mereka sendiri dan menekanakan pada idde-ide yang ada. Berbagai peristiwa ini
memberikan suatu (developers) juga beusaha menjelaskan ide-ide mereka mencapai
suatu konsesus. Dari periode yang agak kacau, fase yang telah dipertimbangkan
menghasilkan suatu ilmuniti yang penuh pertimbangan.


d.      Fase keempat


Fase model terakhir Walker adalah
menggunakan bentuk design. Pada fase ini, developers membuat keputusan tentang
berbagai komponen proses atau elemen-elemen kurikulum. Keputusan akan dicapai
setelah ada diskusi mendalam dan dikompromikan oleh individu-individu.
Keputusan-keputusan itu kemudian deirekam dan menjadi basis data untuk dokumen
kurikulum atau materi yang lebi spesifik.
       


  





6. Malcolm Skilbeck


Malkom Skilback, direktur Pusat Pengembangan Kurikulum
Austalia ( Australia’s Curriculum Development Center), mengembangkan suatu
interaksi altertnatif atau model dinamis bagi suatu interaksi alternatif atau
model dinamis bagi model proses kurikulum. Dalam sebuah artikelnya, Skilbeck
(1976) mengajurkan suatu pendekatan dan mengembangkan kurikulum pada tingkat
sekolah. Pendapatnya mengenai sekolah di dasarkan pada pengembangan kurikulum
(SCBD), sehingga Skilbeck memberikan suatu model yang membuat pendidik dapat
mengembangkan kurikulum secara tepat dan realistic. Dalam hal ini, Skilbeck
memepertimbangkan model dynamic in nature.


Model dinamis atau interaktif (dyanamic or interactive
models) menetapakan pengembangan kurikulum harus mendahulukan sustu elemen
kurikulum dan memualianya dengan suatu dari urutan yang telah ditetntukan dan
diajurkan oleh model rasional. Skilbeck mendukung petunjuk tersebut,
menambahkan sangat penting bagi developers untuk menyadari sumber-sumber tujuan
mereka. Untuk mengetahui sumber-sumber tersebut, Skilbeck berpendapat bahwa “a
situasional analysis” harus dilakukan. Untuk lebih mudah memahami model yang
ditawarkan Skilbeck, gamabr ini mungking bisa membantu:


Model ditas mengkalim bahwa agar School-Based Curriculum
Development (SBCD) dapat bekerja secara efektif, lima langkah (steps)
diperlukan dalam suatu proses kurikulum. Skilbeck berkata bahwa model dapat
diaplikasikan secara bersama dalam pengemban kurikulum, observasi dan peneliaan
sistem kurikulum, dan aplikasi nilai dari model tersebut pada nilai dan model
tersebut terletak pada pilihan pertama.


Mengingat susunan model ini secara logis termasuk kategori
rational by natur, namun Skilbeck mengingatkan bahwa agar tidak terjurumus pada
perangkap (trap). Skilbeck mengingatkan bahwa pengembangan kuriulum (curriculum
development) perlu mendahulukan rencana mereka dengan memulainya dari salah
satu langakah (stage) tersebut secara bersamaan. Pengertian model di atas
sangat sangat membingungkan, karena sebenarnya model tersebutmendukung
pendekang rasional daripada pengembangan kurikulum. Namun demikian, Skilbeck
berkata: The model outlined does not presuppose a means and analysis at all, it
simply encourages teams and or groups of curriculum developers to take account
different elements and aspects of the curriculum development process, to the
see the process as an organic whole and to wrok in a moderately systematic way


Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa alat ini
tidak mengisyaratkan suatu alat. Tujuananya adlah menganalisis secara
keseluruhan; tetapi secara simbol telah mendorong teams atau groups dari
pengembang kurikulum untuk lebih memperhatikan perbedaan-perbedaan elemen dan
aspek-aspek proses pengembangan kurikulum, agar lebih bisa melihat proses
bekerja dengan cara sistematik dan moderat.      








7. Integrated Curriculum


       Melalui pembelajaran terpadu, peserta
didik dapat memperoleh pengalaman langsung sehingga dapat menambah kekuatan
untuk menerima, menyimpan, dan menerapkan konsep yang telah dipelajarinya.
Peserta didik dilatih untuk dapa menemukan sendiri berbagai konsep yang
dipelajari secara menyeluruh (holistis), bermakna, autentik, aktif. Pengalaman
belajar yang lebih menunjukkan kaitan unsure-unsur konseptual akan menjadikan
proses belajar lebih efektif.


      Pembelajaran terpadu dapat dikemas dengan
TEMA atau TOPIK tentang suatu wacana yang dibahas dari berbagai sudut pandang
atau disiplin keilmuan yang mudah dipahami dan dikenal peserta didik.dalam
pembelajaran terpadu, suatu konsep atau tema dibahas dari berbagai aspek bidang
kajian. Melalui pembelajaran terpadu ini beberapa konsep yang relevan untuk
dijadikan tema tidak perlu dibahas berulang kali dalam bidang kajian yang
berbeda, sehingga penggunaan waktu untuk pembahasannya lebih efisien dan
pencapaian tujuan pembelajaran juga diharapkan akan lebih efektif.


      Namun demikian, pelaksanaannya di sekolah
pembelajaran sebagian besar masih dilaksanakan secara terpisah. Pencapaian
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran masih dilakukan sesuai
dengan bidang kajian masing-masing. Hal ini disebabkan antara lain karena:


a.
Kurikulum itu sendiri tidak menggambarkan satu kesatuan yang terintegrasi,
melainkan masih terpisah-pisah antar bidang ilmu;


b.
Meskipun pembelajaran terpadu bukan merupakan hal yang baru, tetapi para guru
di sekolah tidak terbiasa melaksanakannya sehingga “dianggap” sebagai hal yang
baru.


     Bila kita cermati, pendidikan di Indonesia
masih menggunakan “Separated Subjek Curriculum”. Dalam kurikulum tipe ini,
bahan dikelompokkan pada mata pelajaran yang sempit, dimana antara mata pelajaran
yang satu dengan yang lainnya menjadi terpisah-pisah, terlepas dan tidak
mempunyai kaitan sama sekali sehingga banyak jenis mata pelajaran menjadi
sempit ruang lingkupnya.


     Kurikulum terpadu disebut juga “Integrated
Curriculum”. Secara istilah, integrasi memiliki sinonim dengan perpaduan,
penyatuan, atau penggabungan dari dua objek atau lebih (Wedawaty, 1990: 26).
Hal ini sejalan dengan pengertian yang dikemukakan oleh Poerwadarminta (1997:
326), integrasi adalah penyatuan supaya menjadi satu kebulatan atau menjadi
utuh. Dalam integrated curriculum, pelajaran dipusatkan pada suatu permasalahan
atu topic tertentu, misalnya suatu masalah dimana semua mata pelajaran
dirancang dengan mengacu pada topic tertentu. Apa yang disajikan di sekolah,
disesuaikan dengan kehidupan anak di luar sekolah. Pelajaran di sekolah
membantu siswa dalam menghadapi berbagai persoalan di luar sekolah. Biasanya
bentuk kurikulum semacam ini dilaksanakan melalui pelajaran unit, di mana suatu
unit mempunyai tujuan yang mengandung makan bagi siswa yang dituangkan dalam
bentuk masalah. Untuk pemecahan masalah, anak diarahkan untuk melakukan
kegiatan yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.


       Struktur horizontal dalam organisasi
kurikulum adalah suatu bentuk penyusunan bahan pelajaran yang akan disampaikan
kepada siswa. Hal ini berkaitan erat dengan tujuan pendidikan, isi pelajaran,
dan strategi pembelajarannya. Dalam kaitannya dengan struktur horizontal ini
terdapat tiga macam bentuk penyusunan kurikulum. Ketiganya ialah (1)
separate-subjek-curriculum, (2) correlated-subject-curriculum, dan (3)
integrated-curriculum.





Konsep
Dasar Integrated Curriculum


Ciri pokok integrated
curriculum adalah tiadanya batas atau sekat antramata pelajaran. Semua mata
pelajaran dilebur menjadi satu dalam bentuk unit. oleh karena itu, kurikulum
ini disebut juga sebagai kurikulum unit. kalau dalam correlated subject
curriculum masing-masing mata pelajaran masih menampakkan eksistensinya, maka
dalam integrated curriculum ciri-ciri setiap mata pelajaran hilang sama sekali.
Namun, jangan disalahpahami, integrated curriculum tidak sekedar berupa
keterpaduan bentuk yang melebur berbagai mata pelajaran, melainkan juga aspek
tujuan yang akan dicapai dalam belajar.




Melalui keterpaduan diharapkan dapat berbentuk pula keutuhan kepribadian anak
didik yang sesuai dengan lingkungan masyarakatnya. oleh karena itu, apa yang
diajarkan di sekolah harus benar-benar disesuaikan dengan situasi, masalah dan
kebutuhan kehidupan di masyarakat.





Ciri-ciri
integrated curriculum adalah sebagai berikut:


merupakan kesatuan utuh
bahan pelajaran. Faktor yang menyatukan antar bahan pelajaran itu ialah
masalah-masalah yang harus diselidiki dan dipecahkan anak didik. Seluruh bahan
pelajaran digunakan untuk memecahkan masalah.


unit disusun
berdasarkan kebutuhan anak didik, yang bersifat pribadi maupun sosial, baik
yang menyangkut kejasmanian maupun kerohanian. dengan sistem unit ini sengaja
ditingkatkan perkembangan sosial anak dengan cara bekerja sama melalui kerja
kelompok.

dalam unit, anak dihadapkan pada berbagai situasi yang mengandung permasalahan
yang berhubungan dengan kebutuhan sehari-hari (life centered) yang dikaitkan
dengan pelajaran di sekolah. dengan demikian, anak dilatih untuk memecahkan
masalah dengan metode berfikir ilmiah, yang dilakukan dengan langkah-langkah.


(1) merumuskan masalah,


(2)mencari jawaban
dengan mencari dan mengumpulkan keterangan-keterangan dari buku ataupun sumber
lain,


(3) menganalisis,
mengamati dan melakukan percobaan,


(4) mengambil
kesimpulan, dan


(5)melakukan tindakan
sesuai dengan hasil yang diperoleh.





unit mempergunakan
dorongan-dorongan sewajarnya pada diri anak dengan melandaskan diri pada
teori-teori belajar. anak diberi kesempatan melakukan kegiatan sesuai dengan
minatnya. anakpun harus diikutsertakan dalam menetapkan pokok-pokok masalah
yang akan diperlajarinya.

pelaksanaan unit biasanya memerlukan waktu yang lebih lama dari pada model
pelajaran biasa. untuk memecahkan satu masalah bisa jadi diperlukan waktu berjam-jam.



Kelebihan Integrated Curriculum


            - segala hal yang dipelajari dalam
unit bertalian erat satu sama lain. bukan sekedar fakta-fakta terpisah,
sehingga lebih fungsional bagi kehidupan anak.


            - sesuai dengan teori baru mengenai
belajar yang mendasarkan pada pengalaman, kematangan, dan minat anak. anak
terlibat secara aktif, berbuat, serta belajar bertanggung jawab.


            - memungkinkan hubungan yang lebih
erat antara sekolah dan masyarakat, karena masyarakat dapat menjadi
laboratorium kegiatan belajar.


Kelemahan Integrated
Curriculum


-         
tidak
mempunyai organisasi yang logis dan sistematis. bahan pelajaran tidak dapat
ditentukan terlebih dahulu secara sepihak oleh guru atau lembaga, melainkan
harus dirancang secara bersama-sama dengan murid.


-         
para
guru umumnya tidak disiapkan untuk menjalankan kurikulum dalam bentuk unit.

pelaksanaan kurikulum unit sangat memerlukan waktu, serta dukungan peralatan
dan sarana dan prasarana yang cukup.




-         
tidak
memiliki standar hasil belajar yang jelas, sehingga sulit mengukur kemampuan
anak secara nasional.


Please Select Embedded Mode For Blogger Comments

Previous Post Next Post