
Konon,
di zaman bani israil ada tiga orang hakim yang memutuskan segenap perkara yang
terjadi pada masa itu. Kemudian Allah mengutus kepada mereka satu malaikat
untuk menguji mereka. Malaikat itu menemui seorang laki-laki yang sedang
memberi minum sapinya, sedangkan di belakangnya ada seekor anak sapi. Kemudian
malaikat itu, yang sedang menunggang kuda jantan, memanggil anak sapi itu, lalu
si anak sapi mengikutinya. Maka pemilik sapi dan malaikat itu lalu bertengkar,
masing-masing mengakui bahwa sapi itu adalah miliknya. Akhirnya mereka sepakat
memutuskan perkara itu di depan hakim. Maka pergilah mereka menemui hakim.
Ketika
berjumpa dengan hakim yang pertama, malaikat itu menyerahkan sekantong mutiara
kepadanya seraya berkata: “putuskanlah bahwa anak sapi itu milikku”, hakim itu
bertanya: “bagaimana caranya?”. Malaikat itu menjawab: “lepaskanlah sapi, kuda
dan anak sapi itu, jika si anak sapi itu mengikuti kuda, maka anak sapi itu
menjadi milik saya”. Maka dilepaskanlah ketiga hewan itu, dan ternyata anak
sapi itu ikut kepada kuda, maka malaikat itu pun menang.
Kemudian
mereka menghadap kepada hakim kedua, maka ia pun memutuskan demikian, setelah
disogok oleh malaikat itu. Ketika bertemu dengan hakim ketiga, dan malaikat
menyodorkan sekantong mutiara kepadanya, dan berkata seperti perkataannya
kepada hakim-hakim terdahulu, maka hakim ketiga itu menjawab: “maaf, saya
sedang haid!”. Malaikat itu berkata: “subhanallah, masa orang laik-laki bisa
haid?!” si hakim menjawab: “subhanallah, masa kuda jantan melahirkan seekor
sapi.”
Cerita
ini memberikan pelajaran kepada kita, untuk selalu berlaku adil dalam
menjatuhkan suatu perkara, apalagi seorang hakim itu sebagian dirinya ke neraka
dan sebagian dirinya lagi kesyurga, jika ia memutuskan perkara tersebut dengan
kebenaran maka ia pun ke arah syurga, dan sebaliknya jika ia memutuskan perkara
tersebut dengan kesalahan maka ia pun kea rah neraka. Demikian cerita ini
semoga bermanfaat.