
HADITS DI
MASA ABU BAKAR DAN UMAR
Para sahabat, sesudah rasul wafat
tidak lagi berdiam di Madinah. Mereka pergi ke kota-kota lain. Maka penduduk
kota-kota lain pun mulai menerima hadits. Para tabi’in mempelajari hadits dari
para sahabat itu. Dengan demikian mulailah berkembang periwayatan hadits dalam
kalangan tabi’in.
Periwayatan hadits di permulaan masa
sahabat masih terbatas sekali. Hadits disampaikan kepada yang memerlukan saja
dan apabila perlu saja, belum bersifat pelajaran. Perkembangan hadits dan
memperbanyak riwayatnya, terjadi sesudah masa abu bakar dan umar, yaitu masa
utsman dan ali. Dalam masa kekhalifahan abu bakar dan umar, periwayatan hadits
belum lagi diluaskan. Beliau-beliau ini mngerahkan minat umat (sahabat) untuk
menyebarkan al-qur’an dan memerintahkan para sahabat untuk berhati-hati dalam
menerima riwayat-riwayat itu.
SEBAB-SEBAB
PADA MASA ABU BAKAR DAN UMAR HADITS TIDAK TERSEBAR DENGAN PESAT
Dengan tegas, sejarah menerangkan
bahwa Umar ketika memegang tampuk kekhilafan meminta dengan keras supaya para
sahabat menyelidiki riwayat. Beliau tidak membenarkan orang mengembangkan
periwayatan hadits. Ketika mengirim para utusan ke Iraq beliau mewasiatkan
supaya mereka mengembangkan segi kebagusan tajwidnya, serta mencegah mereka
memperbanyak riwayat.
Diterangkan bahwa pernah orang
bertanya kepada Abu Hurairah apakah dia banyak meriwayatkan hadits di masa
umar. Abu Hurairah menjawab, “sekitarnya saya membanyakkan, tentulah Umar akan
mencambuk saya dengan cambuknya”.[1] Satu
masalah yang harus kita bahas dengan seksama ialah persoalan Umar mencegah
penyebaran hadits. Apakah Umar pernah memenjarakan beberapa orang sahabat
lantaran membanyakkan riwayat?
Ada dugaan sebagian ahli sejarah
hadits bahwa Umar pernah memenjarakan Ibnu mas’ud dan Abu Dzar lantaran
membanyakkan riwayat hadits. Dugaan ini sebenarnya tidak didapati di dalam
suatu kitan yang mu’tabar dan tanda kepalsuan pun Nampak. Ibnu mas’ud seorang
yang terdahulu masuk islam dan seorang yang dihormati Umar. Sudah di maklumi
pula bahwa dalam urusan hokum, diperlukan hadits-hadits. Mengenai Abu Darda’
dan Abu Dzar, sejarah tidak memasukkan beliau ke dalam golongan orang yang
membanyakkan riwayat. Abu Darda’ diakui menjadi guru di Syiria, sedangkan Ibnu
Masud menjadi guru di Iraq.
Ibnu Hazm telah menegaskan bahwa
riwayat yang menyatakan Umar memenjarakan tiga shahaby besar itu, dusta.[2]
HADIST DI
MASA UTSMAN DAN ALI
Ketika
kendali pemerintahan dipegang oleh Utsman daN dibuka pintu perlawanan kepada
para sahabat , umat mulai memerlukan keberadaan sahabat, terutama
sahabat-sahabat kecil. Sahabat-sahabat kecil kemudian bergerak mengumpulkan
hadits dari sahabat-sahabat besar dan mulailah mereka meninggalkan tempat
kediamannya untuk mencari hadits.
SEBAB-SEBAB
PARA SAHABAT TIDAK MEMBUKUKAN HADITS DAN MENGUMPULKAN KE SEBUAH BUKU
As-syaikh abu bakar ash-shiqilly
berkata dalam fawa’idnya menurut riwayat Ibnu Basykual, “para sahabat tidak
mengumpulkan sunnah-sunnah rasulullah dalam sebuah mushaf sebagaimana mereka
telah mengumpulkan al-qur’an, karena sunnah-sunnah itu telah tersebar dalam
masyarakat dan tersembunyi yang dihafal dari yang tidak. Karena itu, ahli-ahli
sunnah menyerahkan perihal penukilan hadits kepada hafalan-hafalan mereka saja,
tidak seperti halnya al-quran, mereka tidak menyerahkan penukilannya secara
demikian.” Lagipula, lafal-lafal sunnah itu tidak terjamin kesempurnaannya,
sebagaimana Allah swt telah menjaga al-qur’an dengan nazhamnya yang paling
indah yang tidak dapat diciptakan oleh manusia.
Mengenai
pengumpulan al-qur’an para sahabat bersatu. Mereka berselisih mengenai
lafal-lafal sunnah dan penukilan susunan pembicaraannya. Karena itu, tidaklah
sah mereka mentadwinkan yang mereka perselisihkan itu. Sekiranya mereka sanggub
menulis sunnah-sunnah nabi saw. sebagaimana mereka telah sanggub menulis
al-qur’an, tentulah mereka telah mengumpulkan sunnah-sunnah itu, mereka takut,
jika mereka tadwinkan apa yang mereka perselisihkan, akan dijadikanlah pegangan
yang kuat, serta ditolak apa yang tidak masuk ke dalam buku itu. Dengan demikian
tertolaklah banyak sunnah.
Para sahabat
membuka jalan mencari hadits kepada umat sendiri. Mereka mengumpulkan sekedar
kesanggupannya. Dengan demikian pula tersusunlah segala sunnah. Lantaran itu,
ada yang dapat dinukilkan hakikat lafal yang diterima dari rasul saw. dan
sunnah-sunnah yang bersih dari ‘illah (cacat), ada yang hanya dihafal maknanya,
telah dilupakan lafalnya dan ada yang berselisihan riwayat dalam menukilkan
lafal-lafalnya dan berselisihan pula perawinya tentang kepercayaan dan keadilan
pemberintanya. Itulah sunnah-sunnah yang dimasuki ‘iilah.
# Baca juga Pedoman Pembagian Waris
# Baca juga Kumpulan Khutbah Jum'at
# Baca juga Sejarah Lahirnya Khawarij, Syi'ah dan Murjiah