Tempat Wisata
Lumpur Lapindo Sidoarjo, Jawa Timur adalah sebuah ironi, karena sejatinya
lokasi ini bukanlah tempat wisata melainkan lokasi bencana. Sangat tidak tepat jika tempat bencana lumpur Lapindo tersebut menjadi jujugan
wisatawan.
Tetapi
apa boleh buat, pada kenyataannya lokasi bencana ini tidak pernah sepi dari
wisatawan, terlebih pada hari libur. Lokasinya sangat mudah diakses karena
berada di pinggir jalur utama jalan raya dari Surabaya ke Malang/Pasuruan. Bagi
mereka (baca: wisatawan) yang “tega” menikmati panorama bencana lumpur tersebut
mungkin karena berbagai alasan.
Tidak
bisa dibayangkan bagaimana perasaan mereka para korban bencana lumpur, yang
hak-haknya belum sepenuhnya mereka dapatkan atas kompensasi ganti rugi sebagai
dampak bencana tersebut. Masih sering diberitakan berbagi media, bahkan sering
juga menyaksikan sendiri sebagian mereka masih terus berjuang menuntut
hak-haknya melalui demo-demo yang digelar diseputaran lokasi bencana. Tuntutan
mereka tidak kunjung terselesaikan, padahal sudah lebih dari lima tahun sejak
bencana tersebut pertamakali bermula.
Bencana
Lumpur panas Sidoarjo yang lebih dikenal sebagai bencana Lumpur lapindo bermula
dari menyemburnya material lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Barantas
Inc di desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Menurut para ahli penyebabnya bisa karena
beberapa kemungkinan seperti yang terungkap dalam AAPG 2008 International
Conference & Exhibition dilaksanakan di Cape Town International Conference
Center, Afrika Selatan, 26-29 Oktober 2008, merupakan kegiatan tahunan yang
diselenggarakan oleh American Association of Petroleum Geologists (AAPG)
dihadiri oleh ahli geologi seluruh dunia, menghasilkan pendapat ahli: 3 (tiga)
ahli dari Indonesia mendukung GEMPA YOGYA sebagai penyebab, 42 (empat puluh
dua) suara ahli menyatakan PEMBORAN sebagai penyebab, 13 (tiga belas) suara
ahli menyatakan KOMBINASI Gempa dan Pemboran sebagai penyebab, dan 16 (enam
belas suara) ahli menyatakan belum bisa mengambil opini. Laporan audit Badan Pemeriksa
Keuangan tertanggal 29 Mei 2007 juga menemukan kesalahan-kesalahan teknis dalam
proses pemboran.
Bencana
lumpur yang terjadi sejak 29 Mei 2006 hingga saat ini belum juga teratasi,
bahkan dalam beberapa kesempatan masih sering terjadi ancaman luberan atau
tanggul jebol. Jika ini terjadi tentu
sangat mengkhawatirkan, tanggul untuk melokalisir lumpur saat ini tingginya
sekitar 8 meter, berada persis di samping jalur kereta api Surabaya-Malang dan
Jalan Raya Surabaya-Malang/Pasuruan, serta sekitarnya adalah perumahan padat penduduk.
Kekhawatiran
ini pasti sangat dirasakan bagi mereka yang sering melalui jalur ini, termasuk
saya, selain bahaya tanggul jebol, dampak dari gas metannya juga sangat
berbahaya. Memasuki area bencana, aroma yang sangat menyengat hidung langsung
terasa, terlebih yang tidak biasa. Tidak terbayang akibatnya bagi penduduk
sekitar yang masih bertahan disekitar lokasi, bagaimana dampaknya untuk kurun
waktu yang lama bagi kesehatan. Informasinya bisa memicu kangker dan berbahaya
bagi generasi yang terlahir berikutnya.
Semoga
mereka para korban (ada juga saudara saya), segera mendapatkan hak-haknya dan
pemerintah bisa memberikan solusi positif, terutama mereka yang bertanggung
jawab atas kejadian ini. Bagi pengunjung (baca: wisatawan) semoga bisa
mengambil hikmahnya dan tersentuh untuk membantu para korban bencana.
Sumber:
-Dari
Lokasi Bencana
-http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_lumpur_panas_Sidoarjo